Universalitas Bunyi 'Mama' dalam Bahasa Beragam Berakar dari Vokalisasi Bayi, Riset Konfirmasi
Diedit oleh: Vera Mo
Fenomena linguistik yang menarik perhatian para ahli adalah kemiripan lafal kata untuk ibu di berbagai bahasa yang secara genetik tidak berkerabat, seperti Swahili, Rusia, dan Jepang, yang sering kali berpusat pada fonem 'mama'. Kesamaan ini bukanlah suatu kebetulan semata, melainkan berakar kuat dalam biologi manusia dan tahapan perkembangan awal, sebuah tema yang dieksplorasi secara mendalam oleh para ahli bahasa pada tahun 2025. Penelitian terkini mengonfirmasi bahwa kesamaan ini melintasi batas-batas rumpun bahasa, mengindikasikan adanya asal-usul ucapan yang sama pada spesies manusia secara universal.
Landasan utama dari universalitas fonetik ini terletak pada karakteristik vokalisasi alami bayi. Secara naluriah, bayi menghasilkan suara yang secara otomatis menyederhana menjadi kombinasi konsonan-vokal yang berulang, di mana konsonan bilabial seperti /m/, /p/, dan /b/ yang dipadukan dengan vokal terbuka /a/ adalah yang paling mudah diartikulasikan oleh organ bicara mereka. Oleh karena itu, variasi dari 'ma-ma' atau 'pa-pa' muncul secara organik dari tahap mengoceh (babbling) bayi. Sebuah studi dari University of British Columbia mencatat bahwa aktivitas otak pada bayi menunjukkan peningkatan signifikan ketika mereka mendengar bunyi-bunyi repetitif yang familier ini.
Ahli bahasa Roman Jakobson, dalam karyanya yang terkenal 'Why Mama and Papa?' yang diterbitkan pada tahun 1962, berteori bahwa bunyi 'M' dalam 'mama' berasal dari dengungan nasal yang diproduksi bayi saat menyusu. Teori Jakobson mengimplikasikan bahwa secara etimologis, bunyi 'mama' pada awalnya menandakan 'makanan' atau rasa nyaman sebelum secara formal diadopsi sebagai sebutan untuk 'ibu'. Orang tua secara alami mengasosiasikan bunyi-bunyi menenangkan ini dengan pengasuh utama, sehingga menetapkan 'mama' sebagai istilah koneksi esensial dan rasa aman.
Contoh globalnya sangat luas, mencakup *mama* dalam bahasa Swahili, *мама* (*mama*) dalam bahasa Rusia, dan *mama* dalam bahasa Jepang. Meskipun ada pengecualian signifikan, seperti bahasa Georgia yang menggunakan *mama* untuk 'ayah', prevalensi bunyi 'M' untuk ibu di keluarga bahasa yang tidak berhubungan menunjukkan kecenderungan biologis yang kuat, bukan sekadar peminjaman budaya langsung. Studi dari tim peneliti di Kanada, Prancis, dan Spanyol pada tahun 2012 menemukan bahwa aktivitas otak pada bayi yang berusia tidak lebih dari 3 hari meningkat saat mendengar kata-kata dengan bunyi berulang, yang mencakup 'mama', 'papa', dan 'dada', menyiratkan bahwa kemampuan mengenali pola suara repetitif sudah ada sejak lahir.
Fenomena ini diperkuat oleh pengamatan bahwa kata-kata untuk konsep fundamental lainnya, seperti negasi ('no' atau 'na') atau ekspresi rasa sakit ('ay'), juga sering muncul dari fungsi vokal dan tubuh dasar, yang memperkuat hipotesis bahwa lapisan bahasa paling awal dibangun di atas pengalaman manusia yang universal. Konsistensi yang bertahan lama dari bunyi 'mama' ini menggarisbawahi ikatan emosional universal yang kuat: koneksi maternal. Bahkan dalam bahasa yang berkembang secara independen dari rumpun Indo-Eropa, seperti Quechua di Andes yang menggunakan 'mama' untuk ibu, pola ini tetap teramati, menunjukkan bahwa konsistensi ini melampaui evolusi linguistik terpisah. Memahami akar fonetik ini memberikan wawasan tentang bagaimana bahasa, meskipun beragam, memiliki fondasi yang sama dalam kebutuhan dan kemampuan fisik manusia di masa awal kehidupan.
Sumber-sumber
ElPeriodico.digital
EBNW Story
Wikipedia
Parent.com
Grammar Girl
uTalk
Baca lebih banyak berita tentang topik ini:
Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?
Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.
