Keterampilan Pra-Digital dan Regulasi Emosi Kunci Keamanan Anak Menjelang 2025
Diedit oleh: Olga Samsonova
Menjelang tahun 2025, seiring dengan semakin mendalamnya integrasi teknologi digital, pendidikan progresif memprioritaskan penanaman keterampilan pra-digital fundamental untuk menjamin keselamatan anak di dunia maya. Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., M.Psi., seorang psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI), menekankan bahwa fondasi edukasi krusial ini harus dibangun secara intensif pada lima tahun pertama kehidupan seorang anak.
Fokus utama pada periode awal ini adalah pengembangan kemampuan hidup yang melampaui ranah digital, khususnya dalam pengelolaan dan regulasi emosi. Penelitian menunjukkan bahwa regulasi emosi merupakan komponen penting dalam perkembangan psikososial, sementara penggunaan teknologi digital yang tidak terkelola dapat meningkatkan risiko gangguan emosional dan sosial pada anak. Keterampilan dasar yang ditekankan mencakup pengaturan diri dan manajemen emosi, yang diyakini menjadi penentu utama kesiapan anak berinteraksi sehat dalam lingkungan digital yang kompleks.
Psikolog Vera Itabiliana, yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam edukasi orang tua, menyatakan bahwa perilaku orang tua terkait penggunaan gawai pada fase inisial berfungsi sebagai model utama yang ditiru anak dalam rutinitas harian. Sebagai ilustrasi, Vera menerapkan pembatasan penggunaan gawai di rumahnya dari Jumat sore hingga Minggu sore, kecuali saat perjalanan dalam kemacetan. Penekanan pada kompetensi sosio-emosional dasar ini menjadi vital untuk mencegah dampak negatif paparan digital dini, seiring dengan integrasi teknologi yang semakin meluas pada tahun 2025.
Kesiapan digital yang sesungguhnya, menurut perspektif ini, berakar pada kekuatan fondasi perilaku dan emosional yang terbentuk melalui interaksi tatap muka dan contoh nyata dari orang tua. Di sisi regulasi pemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS) menjadi langkah konkret. PP TUNAS mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk melakukan klasifikasi konten, verifikasi usia, dan menyediakan fitur kontrol orang tua, bertujuan melindungi sekitar 80 juta anak Indonesia di bawah usia 18 tahun.
Data menggarisbawahi urgensi pendekatan berbasis keterampilan ini: pada tahun 2023, 81,52% anak usia 7–17 tahun menggunakan ponsel, namun hanya 37,5% yang pernah menerima informasi keamanan berinternet. Pengembangan regulasi emosi sangat relevan karena studi kuantitatif menunjukkan korelasi negatif antara penggunaan media sosial berlebihan dan regulasi emosi (r = -0,454, p <0,01) pada anak usia 8 hingga 12 tahun. Sebaliknya, konten terstruktur seperti aplikasi pendidikan menunjukkan korelasi positif dengan interaksi sosial (β = 0,372, p <0,01). Oleh karena itu, kolaborasi antara pendidik dan orang tua ditekankan untuk memaksimalkan manfaat teknologi tanpa mengorbankan kebutuhan anak akan interaksi dunia nyata.
9 Tampilan
Sumber-sumber
IDN Times
Republika Online
UI Magazine
Okadoc
Sentra Tumbuh Kembang Anak
Baca lebih banyak berita tentang topik ini:
Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?
Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.
