Kmart Dihadapkan pada Tinjauan Hukum atas Dugaan Kerja Paksa dalam Rantai Pasokan
Diedit oleh: Katerina S.
Grup advokasi hak asasi manusia, Australian Uyghur Tangritagh Women's Association (AUTWA), telah meluncurkan proses hukum terhadap Kmart Australia. Gugatan ini bertujuan untuk mendapatkan transparansi yang lebih besar mengenai praktik rantai pasokan Kmart dan dugaan hubungannya dengan kerja paksa di Tiongkok, khususnya di wilayah Xinjiang.
AUTWA menuntut agar Kmart mengungkapkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pemasok pakaiannya, yang diduga terlibat dalam penggunaan tenaga kerja paksa terhadap etnis Uighur. Kmart secara tegas membantah tuduhan ini, dengan menyatakan komitmennya terhadap Program Sumber Etis yang telah berjalan selama lebih dari 15 tahun untuk mengatasi risiko perbudakan modern. Namun, AUTWA berpendapat bahwa pengungkapan dokumen ini diperlukan untuk memverifikasi klaim Kmart.
Kasus ini menyoroti celah dalam kerangka peraturan Australia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang telah melarang impor dari Xinjiang sejak tahun 2021 karena dugaan kuat kerja paksa, Australia belum memberlakukan larangan serupa. Undang-Undang Perbudakan Modern Australia yang berlaku sejak 2018 mewajibkan perusahaan besar untuk melaporkan risiko perbudakan modern dalam rantai pasokan mereka, namun tidak ada sanksi nyata untuk kelambanan. Laporan dari koalisi organisasi hak asasi manusia menunjukkan bahwa 77% perusahaan yang ditinjau gagal mematuhi persyaratan pelaporan dasar, dan 52% gagal mengidentifikasi risiko perbudakan modern yang jelas dalam operasi atau rantai pasokan mereka. Hanya seperempat perusahaan garmen yang bersumber dari Tiongkok yang menyebutkan risiko kerja paksa Uighur.
Para ahli hukum dan hak asasi manusia berpendapat bahwa kasus ini dapat mengungkap kelemahan signifikan dalam pendekatan Australia terhadap pemberantasan perbudakan modern dalam rantai pasokan perusahaan. Hasil dari proses pengadilan di Pengadilan Federal ini berpotensi memengaruhi tindakan hukum di masa depan terhadap peritel lain dan meningkatkan akuntabilitas untuk praktik pengadaan yang etis. Pengacara yang mewakili AUTWA menyatakan bahwa jika terbukti Kmart mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang penggunaan kerja paksa, perusahaan dapat dianggap melakukan praktik yang menyesatkan dan menipu berdasarkan Undang-Undang Konsumen Australia. Kasus ini merupakan yang pertama di Australia yang membawa akuntabilitas nyata kepada peritel Australia terkait isu ini, dan dapat mendorong perusahaan lain untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam rantai pasokan mereka.
Sumber-sumber
FashionUnited
Australian Uyghurs file legal action to determine whether Kmart engaged in misleading conduct about use of forced labour in its supply chains
Kmart denies sourcing any products from factories linked to forced labour in China
Legal action against Kmart highlights fundamental issues in Australia's response to forced labour
Kmart dragged into landmark legal case over alleged links to Uyghur forced labor in China
Temporary migrant workers in Australia facing 'disturbing' patterns of exploitation from some employers, UN official says
Baca lebih banyak berita tentang topik ini:
Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?
Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.
