Evaluasi Ulang Metrik Penuaan Biologis Mendesak Perubahan Paradigma Riset Umur Panjang

Sebuah tinjauan sistematis terkini mendesak para peneliti untuk mengevaluasi kembali secara fundamental cara penuaan biologis diukur, dengan argumen bahwa proksi umum sering kali mengaburkan lintasan penuaan sejati dengan efek fisiologis yang independen dari usia. Para ahli menyoroti bahwa perpanjangan rentang hidup sering kali merupakan hasil dari penargetan patologi spesifik yang membatasi kehidupan, alih-alih memperlambat proses penuaan secara menyeluruh. Penelitian tentang umur panjang, yang kini berkembang pesat di era bioteknologi modern, bertujuan tidak hanya untuk hidup lebih lama tetapi juga untuk memastikan kualitas masa tua, sebuah konsep yang dikenal sebagai healthspan, yaitu rentang waktu hidup sehat tanpa penyakit kronis.

Analisis lintas spesies menunjukkan adanya hambatan mortalitas yang berbeda; kanker mendominasi pada tikus, penyakit kardiovaskular pada kera, dan kegagalan organ pada invertebrata, menggarisbawahi bahwa kematian jarang terjadi karena 'usia murni'. Sebagai contoh di antara manusia, penyakit kardiovaskular tetap menjadi penyebab utama kematian, bahkan pada centenarian, yang mengindikasikan bahwa intervensi yang berhasil mungkin hanya mengatasi penyebab kematian yang paling umum, bukan laju penuaan intrinsik. Studi terbaru yang menggunakan data dari UK Biobank, yang melibatkan sekitar 500.000 orang, mengukur usia biologis melalui proteomic profiling untuk mengidentifikasi seberapa cepat tubuh menua pada tingkat molekuler, memisahkan usia biologis dari usia kronologis.

Tinjauan tersebut secara kritis memeriksa jam penuaan, mencatat sifat korelasionalnya; jam-jam ini memprediksi usia kronologis tetapi mungkin gagal menangkap mekanisme penuaan kausal, analog dengan kerutan yang memprediksi usia tanpa menjelaskan biologi dasarnya. Selain itu, bukti yang mendukung kerangka kerja 'ciri-ciri penuaan' yang berpengaruh kini dipertanyakan. Analisis menunjukkan bahwa persentase tinggi studi pendukung gagal menilai kelompok perlakuan muda, sehingga mencegah pembedaan antara efek anti-penuaan sejati dan pergeseran garis dasar. Banyak intervensi menunjukkan efek pada hewan muda, yang menyarankan aksi simptomatik daripada modifikasi laju penuaan itu sendiri.

Sebagai respons terhadap keterbatasan metodologis ini, para peneliti merekomendasikan desain studi baru yang harus mencakup kelompok perlakuan muda dan tua untuk membedakan antara efek laju (memperlambat penuaan) dan efek garis dasar (perbaikan simptomatik). Penelitian tentang umur panjang mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari genetika, biologi sel, hingga kecerdasan buatan, untuk mengubah pandangan mendasar tentang penuaan. Sebagai ilustrasi perbedaan biologis, sebuah studi di Tiongkok yang dipublikasikan di Cell Reports menemukan bahwa pria berumur panjang memiliki unit metilasi DNA spesifik yang mengatur ekspresi gen terkait penyakit usia lanjut, menghasilkan insiden penyakit yang lebih rendah dibandingkan wanita berumur panjang.

Temuan mengenai penuaan menunjukkan bahwa umur panjang tidak semata-mata dibentuk oleh gen, melainkan juga oleh pilihan gaya hidup yang dipilih setiap hari, seperti yang disoroti oleh studi yang menganalisis 164 paparan lingkungan dan penanda genetik. Dalam konteks teori penuaan yang lebih tua, seperti teori jam genetik yang menyatakan penuaan telah diprogram secara genetik dengan jumlah mitosis terbatas, temuan baru ini menuntut pendekatan yang lebih holistik. Perubahan fisiologis yang terlihat, seperti penurunan pigmen melanin pada rambut setelah usia 30-40an, merupakan ciri penuaan intrinsik yang tidak selalu mencerminkan laju penuaan sistemik yang mendasarinya. Penelitian yang lebih ketat diperlukan untuk memvalidasi apakah suatu intervensi benar-benar memperlambat jam biologis atau hanya meredakan gejala penyakit yang terkait usia.