Korea Selatan Batalkan Kebijakan Wajib Buku Teks AI di Tengah Kekhawatiran Publik

Diedit oleh: gaya ❤️ one

Pada awal tahun 2025, Korea Selatan meluncurkan sebuah inisiatif ambisius untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) ke dalam sistem pendidikan publiknya, yang mencakup pengenalan buku teks digital berbasis AI untuk mata pelajaran seperti matematika dan bahasa Inggris. Rencana ini dirancang untuk menawarkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan adaptif, serta menjembatani kesenjangan pendidikan di tengah tren global.

Namun, visi ini segera menghadapi gelombang penolakan yang signifikan dari orang tua yang menyuarakan kekhawatiran mengenai peningkatan waktu layar anak-anak dan isu privasi data. Para pendidik juga menyuarakan kekhawatiran tentang potensi pergeseran peran dan bahkan kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi tugas mengajar. Menanggapi oposisi yang meluas serta masalah teknis dan hukum yang muncul, pemerintah Korea Selatan pada Agustus 2025 akhirnya membatalkan kebijakan wajib buku teks AI.

Perubahan kebijakan ini diperkuat dengan pengesahan undang-undang baru yang mengklasifikasikan sumber daya AI sebagai "materi pendidikan" alih-alih "buku teks resmi." Langkah ini secara efektif menghapus dasar hukum dan pendanaan yang terkait dengan buku teks AI, yang sebelumnya telah mendapatkan alokasi dana besar, mencapai setidaknya 533,3 miliar won pada tahun 2024 saja. Industri penerbitan, yang telah menginvestasikan sekitar 800 miliar won dalam pengembangan buku teks AI, kini menghadapi ketidakpastian besar, dengan prediksi PHK dan restrukturisasi di sektor tersebut.

Pengalaman Korea Selatan ini menjadi sebuah peringatan penting bagi pasar global, termasuk Amerika Serikat yang sedang mempertimbangkan integrasi AI serupa. Para pakar, seperti Profesor Neil Selwyn dari Monash University, telah memperingatkan bahwa antusiasme seputar buku teks AI bisa jadi merupakan bagian dari "gelembung sensasi" yang berisiko meninggalkan tantangan yang belum terselesaikan. Kekhawatiran mengenai privasi data juga diperkuat oleh temuan Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korea Selatan, yang mengidentifikasi beberapa langkah perlindungan data melanggar ketentuan hukum atau tidak memadai.

Pergeseran kebijakan di Korea Selatan ini menandai kalibrasi ulang, memposisikan AI sebagai alat pendukung yang melengkapi, bukan menggantikan, instruksi manusia. Pendekatan baru ini menekankan kerangka kerja etis dan model hibrida di mana teknologi memperkaya peran manusia dalam pendidikan. Hal ini menyoroti pentingnya mengatasi risiko privasi, kesetaraan, dan ketergantungan yang melekat pada AI dalam pendidikan, serta mendorong pengembangan literasi media dan keterampilan berpikir kritis untuk menavigasi lanskap AI yang terus berkembang. Korea Selatan menunjukkan bahwa adopsi teknologi pendidikan yang pesat memerlukan perencanaan yang cermat, dialog yang mendalam dengan semua pemangku kepentingan, dan keseimbangan yang bijaksana antara inovasi teknologi dan kebutuhan fundamental manusia dalam proses belajar mengajar.

Sumber-sumber

  • WebProNews

  • Business Insider

  • The Korea Herald

  • X User: unusual_whales

  • X User: Berci Meskó, MD, PhD

  • X User: Automation Workz

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.