Latihan Gabungan "Freedom Edge" AS, Korsel, dan Jepang Dimulai di Tengah Kritik Korea Utara

Diedit oleh: Svetlana Velgush

Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang memulai latihan militer gabungan tahunan "Freedom Edge" pada 15 September 2025. Latihan yang berlangsung selama lima hari ini diadakan di perairan internasional di lepas pantai Pulau Jeju, Korea Selatan, dan bertujuan untuk meningkatkan interoperabilitas serta kemampuan pertahanan bersama dalam menghadapi ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.

Latihan ini melibatkan kekuatan maritim, udara, dan siber dari ketiga negara, yang merupakan demonstrasi kerja sama pertahanan trilateral paling canggih hingga saat ini. Fokus latihan mencakup pertahanan rudal balistik, latihan pertahanan udara, evakuasi medis, dan pelatihan operasi maritim. Langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat keamanan regional dan menunjukkan persatuan dalam menghadapi provokasi Korea Utara. "Freedom Edge" adalah latihan multi-domain utama pertama yang diadakan setelah pelantikan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung. Latihan sebelumnya dalam seri ini telah dilaksanakan pada Juni dan November 2024, sebagai tindak lanjut dari kesepakatan KTT Camp David Agustus 2023.

Menanggapi latihan ini, Korea Utara melontarkan kritik tajam. Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, menyebut latihan tersebut sebagai "ide berbahaya" dan "pertunjukan kekuatan sembrono" yang akan membawa "hasil buruk". Ia menyatakan bahwa manuver militer yang dilakukan di dekat wilayah Korea Utara, yang dianggapnya sebagai lokasi yang salah, akan secara inheren menghasilkan konsekuensi negatif bagi negara-negara yang terlibat. Pernyataan ini mencerminkan pola tanggapan Pyongyang terhadap latihan militer gabungan, yang sering kali dianggap sebagai latihan invasi.

Selain "Freedom Edge," Amerika Serikat dan Korea Selatan juga mengadakan latihan meja bundar "Iron Mace" yang berfokus pada integrasi konvensional-nuklir. Latihan ini bertujuan untuk menyempurnakan prosedur perencanaan gabungan untuk penyebaran aset strategis berkemampuan nuklir AS yang terkoordinasi dengan kekuatan konvensional Korea Selatan, guna memperkuat pencegahan terhadap ancaman rudal dan nuklir Korea Utara. Latihan "Freedom Edge" ini merupakan respons terhadap serangkaian uji coba senjata yang dilakukan Korea Utara, termasuk uji coba mesin roket berkekuatan tinggi pada 9 September 2025. Para analis berpendapat bahwa Korea Utara kemungkinan menggunakan latihan gabungan ini sebagai dalih untuk mempercepat modernisasi nuklir dan peningkatan militer konvensionalnya.

Ketegangan di Semenanjung Korea tetap tinggi, dengan Korea Utara yang terus menolak seruan untuk meninggalkan program senjatanya dan menyatakan diri sebagai negara nuklir yang "tidak dapat diubah". Secara historis, Korea Utara secara konsisten mengkritik latihan militer gabungan yang melibatkan AS, Korea Selatan, dan Jepang, memandangnya sebagai ancaman terhadap kepentingannya dan stabilitas regional. Latihan gabungan semacam ini, meskipun dirancang untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan pencegahan, juga dapat meningkatkan ketegangan dan memicu perlombaan senjata, sebuah fenomena yang dikenal sebagai dilema keamanan. Kerja sama trilateral ini mencerminkan keselarasan strategis dalam menghadapi tantangan keamanan yang persisten di kawasan Asia-Pasifik, menyoroti respons terkoordinasi terhadap ancaman yang terus-menerus.

Sumber-sumber

  • Bloomberg Business

  • TimesLive

  • Al Jazeera

  • U.S. Indo-Pacific Command

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.