Pandangan lama yang menyarankan penghindaran susu murni karena kandungan lemak jenuhnya kini mulai dipertanyakan oleh penelitian-penelitian terbaru. Secara historis, susu murni sering dikaitkan dengan risiko penyakit jantung, namun studi kontemporer menawarkan perspektif yang lebih bernuansa mengenai konsumsinya.
Fokus perdebatan bergeser dari sekadar memilih antara susu murni dan susu rendah lemak, menuju pemahaman akan apa yang menggantikan kalori dari susu tersebut. Para ahli kini menekankan pentingnya mengutamakan produk susu fermentasi seperti yogurt, serta mempertimbangkan sumber protein nabati sebagai alternatif yang lebih bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa ahli, seperti Dariush Mozaffarian, Direktur Institut Nutrisi di Tufts University, mencatat bahwa "penghukuman yang salah" terhadap lemak susu, yang dimulai pada tahun 1980-an, mungkin perlu ditinjau kembali. Pola makan secara keseluruhan terbukti lebih krusial dibandingkan kadar lemak dalam satu jenis produk susu saja.
Konsumsi susu murni dalam jumlah yang wajar tampaknya memiliki dampak minimal terhadap kesehatan kardiovaskular. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam European Heart Journal pada tahun 2019, yang melibatkan lebih dari 136.000 responden selama sembilan tahun, menunjukkan bahwa konsumsi produk susu dalam jumlah sedang, termasuk susu, keju, dan yogurt, justru dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih rendah. Responden yang mengonsumsi dua porsi atau lebih produk susu per hari memiliki risiko penyakit jantung 22% lebih rendah, risiko kematian terkait jantung 23% lebih rendah, dan risiko stroke 34% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi susu sama sekali. Studi ini juga menyoroti peran komponen dalam produk susu seperti vitamin D, kalsium, kalium, magnesium, dan protein dalam mendukung kesehatan jantung. Vitamin D, misalnya, membantu meningkatkan profil lipid darah dan sensitivitas insulin, sementara kalsium berkontribusi pada penurunan resistensi pembuluh darah.
Lebih lanjut, sebuah tinjauan tahun 2020 terhadap 28 studi dari tujuh negara menemukan bahwa anak-anak yang minum susu murni memiliki kemungkinan 40% lebih rendah untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi susu rendah lemak. Temuan ini menantang anggapan umum bahwa lemak dalam susu murni secara inheren buruk bagi pengelolaan berat badan. Pada akhirnya, penekanan kembali diberikan pada pola makan seimbang secara keseluruhan. Mengintegrasikan berbagai jenis makanan bergizi, termasuk produk susu dalam jumlah yang tepat, tampaknya menjadi kunci utama untuk menjaga kesehatan kardiovaskular. Pendekatan yang lebih holistik terhadap nutrisi, yang mempertimbangkan kualitas dan keseimbangan diet secara keseluruhan, lebih penting daripada hanya berfokus pada satu komponen tunggal seperti kandungan lemak dalam susu.