Perang Saudara Sudan Memburuk: Kematian Warga Sipil Meningkat, Krisis Kemanusiaan Terlupakan

Diedit oleh: Татьяна Гуринович

Konflik saudara di Sudan yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terus memburuk, menyebabkan peningkatan signifikan dalam korban sipil dan memperparah krisis kemanusiaan yang telah disebut sebagai yang terburuk di dunia.

Laporan terbaru dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengungkapkan bahwa 3.384 warga sipil tewas pada paruh pertama tahun 2025. Angka ini merupakan peningkatan drastis, mencakup hampir 80% dari total kematian warga sipil yang tercatat sepanjang tahun 2024. Kepala OHCHR, Volker Turk, menggambarkan situasi ini sebagai "krisis yang terlupakan", menyerukan perhatian internasional yang lebih besar terhadap kekejaman yang terus terjadi, termasuk kejahatan perang.

Kekerasan etnis yang semakin meningkat menjadi ciri khas konflik ini, dengan serangan membabi buta dan tindakan balasan terhadap individu yang dituduh berkolaborasi dengan pihak lawan. Penggunaan drone dalam serangan terhadap situs-situs sipil, terutama di wilayah utara dan timur Sudan, menandai eskalasi yang mengkhawatirkan. Laporan dari Le Monde pada November 2024 menyebutkan lebih dari 150.000 warga sipil tewas akibat kombinasi serangan udara, pembantaian, kelaparan, dan penyakit, dengan perkiraan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

Situasi kemanusiaan di Sudan digambarkan sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Kelaparan dilaporkan meluas, memperparah penderitaan jutaan pengungsi. PBB memperkirakan bahwa 60% dari total populasi Sudan yang berjumlah 50 juta jiwa memerlukan bantuan kemanusiaan, dan negara ini menghadapi kerawanan pangan terburuk dalam 20 tahun terakhir. Upaya diplomatik internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab untuk mencapai gencatan senjata sejauh ini belum membuahkan hasil. Veto Rusia terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB pada November 2024 yang menyerukan gencatan senjata segera dan akses kemanusiaan tanpa hambatan semakin mempersulit upaya perdamaian.

Eskalasi konflik ini juga meluas melampaui batas negara Sudan. Pada Maret 2025, RSF dilaporkan menyerang kelompok pemberontak oposisi utama Sudan Selatan, Sudan People's Liberation Movement in Opposition (SPLM-IO). Eskalasi ini berisiko memicu perang saudara di Sudan Selatan, karena faksi-faksi yang bertikai di Sudan semakin terlibat dalam konflik internal negara tetangga tersebut. Hingga September 2025, situasi di Sudan tetap genting, tanpa ada tanda-tanda penyelesaian dalam waktu dekat, sementara komunitas internasional terus berupaya mengakhiri kekerasan dan mengatasi bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung.

Sumber-sumber

  • Al Jazeera Online

  • Institute for the Study of War

  • Next Century Foundation

  • Security Council Report

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.