Tank-tank Israel dilaporkan telah memperdalam kemajuan mereka ke jantung Kota Gaza, menandai eskalasi signifikan dalam operasi militer di wilayah tersebut. Manuver ini terjadi di tengah kekhawatiran yang semakin besar mengenai situasi kemanusiaan yang memburuk dan nasib warga sipil yang terjebak di zona pertempuran. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah memposisikan unit-unit mereka di dekat kota, melancarkan serangan udara yang menargetkan bangunan bertingkat tinggi yang diklaim digunakan oleh Hamas sebagai infrastruktur militer. Sebagai respons terhadap pergerakan pasukan ini, IDF telah membuka rute evakuasi tambahan selama 48 jam, mendorong warga Palestina untuk meninggalkan Kota Gaza. Namun, imbauan ini disambut dengan keraguan mendalam dari banyak penduduk. Ketakutan akan pengungsian permanen dan bahaya yang terkait dengan rute evakuasi yang diusulkan telah membuat banyak warga enggan untuk berpindah. Seorang guru sekolah dari lingkungan Sabra mencerminkan kecemasan yang meluas di kalangan penduduk, bertanya, "Bahkan jika kami ingin meninggalkan Kota Gaza, apakah ada jaminan kami akan bisa kembali?" Kekhawatiran ini diperparah oleh laporan bahwa lebih dari 725.000 penduduk telah dipindahkan kembali sejak gencatan senjata terakhir runtuh pada Maret 2025, dengan 86% wilayah Gaza kini berada di bawah zona militer atau perintah evakuasi paksa.
Situasi kemanusiaan di Gaza semakin kritis. Laporan dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada 16 September 2025 menyebutkan bahwa hampir 48.000 warga terpaksa mengungsi dari utara ke selatan hanya dalam kurun waktu dua hari. Fasilitas medis juga berada di ambang kehancuran, dengan bank darah dan laboratorium kehabisan pasokan penting, berisiko tutup dalam beberapa hari jika bantuan tidak segera tiba. Menanggapi perkembangan ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi bantuan telah mengutuk keras serangan yang sedang berlangsung, menyerukan gencatan senjata segera untuk mencegah hilangnya nyawa lebih lanjut dan kerusakan infrastruktur yang lebih parah. Komunitas internasional terus memantau situasi dengan cermat, mendesak semua pihak untuk memprioritaskan keselamatan warga sipil dan bekerja menuju resolusi damai.
Analisis dari para ahli menunjukkan bahwa pendudukan Gaza dapat memicu krisis ekonomi yang signifikan bagi Israel, dengan potensi biaya tahunan mencapai tidak kurang dari 60 miliar shekel (sekitar 18 miliar dolar AS). Perkembangan ini menyoroti kompleksitas konflik yang sedang berlangsung, di mana tujuan militer berbenturan dengan kebutuhan mendesak akan perlindungan kemanusiaan. Ketidakpercayaan yang mendalam dan risiko yang dirasakan oleh penduduk lokal terhadap rute evakuasi menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam menavigasi krisis ini. Situasi ini terus berkembang, dengan implikasi yang luas bagi stabilitas regional dan kesejahteraan penduduk Gaza.