Amerika Serikat telah memperpanjang gencatan senjata tarif sementara terhadap barang-barang Tiongkok selama 90 hari lagi, sebuah langkah yang bertujuan untuk meredakan ketegangan perdagangan dan memberikan ruang bagi negosiasi yang sedang berlangsung. Keputusan ini, yang diumumkan pada 11 Agustus 2025, mempertahankan tarif saat ini sebesar 30% untuk barang-barang AS yang masuk ke Tiongkok dan 10% untuk barang-barang Tiongkok yang masuk ke AS. Perpanjangan ini mengikuti diskusi perdagangan penting yang diadakan di Stockholm antara Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng.
Perkembangan ini disambut baik oleh pasar keuangan global. Bursa saham Asia menunjukkan reaksi positif, dengan Indeks Nikkei 225 Jepang mencapai rekor tertinggi baru pada 42.718,17 poin pada 12 Agustus 2025. Optimisme ini juga didorong oleh antisipasi penurunan suku bunga Federal Reserve AS dan data inflasi yang akan datang. Perpanjangan gencatan senjata ini, yang awalnya akan berakhir pada 12 Agustus 2025, kini diperpanjang hingga 10 November 2025, menghindari potensi kenaikan tarif yang signifikan yang dapat mencapai 145% untuk barang-barang AS dan 125% untuk barang-barang Tiongkok. Perundingan di Stockholm, yang merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya di Jenewa dan London, menekankan komitmen kedua belah pihak untuk mempertahankan momentum positif. Meskipun perpanjangan ini memberikan kelegaan sementara, masalah-masalah mendasar seperti akses pasar, perlindungan kekayaan intelektual, dan subsidi industri tetap belum terselesaikan. Para analis memperkirakan bahwa isu-isu ini akan terus memengaruhi pasar global dalam waktu dekat.
Perluasan gencatan senjata ini memberikan kepastian yang sangat dibutuhkan bagi para pelaku pasar dan bisnis, memungkinkan perencanaan yang lebih baik untuk musim liburan mendatang. Namun, sifat negosiasi yang berkelanjutan menunjukkan bahwa ketegangan perdagangan dapat muncul kembali jika kesepakatan substantif tidak tercapai. Perpanjangan ini juga menandai pergeseran dalam dinamika perdagangan global, di mana negosiasi bilateral dan keputusan eksekutif memainkan peran yang semakin penting. Hal ini menciptakan lingkungan perdagangan yang kurang dapat diprediksi, menuntut kelincahan dari bisnis untuk beradaptasi dengan perubahan kebijakan yang cepat. Meskipun gencatan senjata ini memberikan jeda yang sangat dibutuhkan, fokus utama tetap pada penyelesaian isu-isu struktural yang mendasari yang memicu perang dagang. Kemampuan kedua negara untuk mengatasi perbedaan ini akan menentukan stabilitas jangka panjang hubungan ekonomi mereka.