Produsen otomotif Jepang menghadapi tekanan signifikan pada kuartal kedua tahun 2025 akibat penerapan tarif oleh Amerika Serikat. Toyota melaporkan penurunan laba sebesar 36,9% menjadi 841 miliar yen (sekitar 5,7 miliar dolar AS) untuk periode April-Juni 2025. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh tarif impor otomotif AS yang baru, yang diperkirakan berdampak sebesar 9,5 miliar dolar AS terhadap laba operasional Toyota.
Akibat dampak tarif tersebut, Toyota merevisi turun proyeksi laba setahun penuhnya menjadi 3,2 triliun yen (sekitar 21,7 miliar dolar AS) dari sebelumnya 3,8 triliun yen (sekitar 25,7 miliar dolar AS). Meskipun tarif impor otomotif AS awalnya mencapai 25%, tarif tersebut kemudian direduksi menjadi 15% pada Juli 2025 setelah kesepakatan perdagangan. Namun, tarif baru ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan tarif sebelumnya sebesar 2,5%, yang terus memberikan tekanan pada produsen mobil besar.
Dampak tarif ini tidak hanya dirasakan oleh Toyota. Honda melaporkan penurunan laba operasional sebesar 50% pada kuartal yang sama, sebagian besar karena tarif AS dan kerugian di segmen kendaraan listriknya. Secara kolektif, raksasa otomotif global menyerap lebih dari 11,7 miliar dolar AS dalam biaya terkait tarif pada kuartal kedua tahun 2025. Para produsen mobil Jepang berupaya menyerap sebagian biaya tarif untuk mempertahankan volume penjualan, namun hal ini menggerus profitabilitas mereka dan berpotensi memaksa kenaikan harga di masa mendatang.
Situasi ini juga tercermin dalam data ekspor Jepang. Ekspor Jepang secara keseluruhan turun 2,6% secara tahunan pada Juli 2025, penurunan bulanan terbesar sejak Februari 2021. Penurunan ini dipimpin oleh anjloknya ekspor ke Amerika Serikat sebesar 10,1%, dengan ekspor otomotif dan suku cadang mengalami penurunan tajam. Ekspor ke Tiongkok juga turun 3,5%. Kondisi ini memaksa produsen mobil Jepang untuk mengevaluasi ulang strategi alokasi biaya dan rantai pasokan mereka untuk menghadapi tantangan geopolitik dan ekonomi global yang terus berkembang.