Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sesi ke-80 telah dimulai pada 9 September 2025, dengan tema "Lebih Baik Bersama". Sesi ini dibuka oleh Presiden Sidang Umum PBB ke-80, Annalena Baerbock. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menekankan pentingnya persatuan dan solidaritas global dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks. Dalam perdebatan umum yang dimulai pada 23 September 2025, para pemimpin dunia berkumpul untuk membahas isu-isu mendesak. Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menyoroti peran multilateralisme dalam memerangi perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza, mengkritik "institusi globalis" dan menentang pengakuan Palestina oleh beberapa negara Barat. Presiden Slovenia Nataša Pirc Musar menekankan pentingnya multilateralisme dan kerja sama untuk solusi berkelanjutan, serta advokasi untuk representasi perempuan yang lebih besar dalam peran kepemimpinan internasional dan reformasi PBB, termasuk penghapusan hak veto.
Perdebatan umum ini mengikuti konferensi solusi dua negara yang diselenggarakan oleh Prancis dan Arab Saudi. Sejumlah negara Eropa, termasuk Prancis, Belgia, Malta, Luksemburg, Monako, dan Andorra, mengumumkan pengakuan mereka terhadap negara Palestina pada 22 September 2025. Inggris, Portugal, Kanada, dan Australia juga telah menyatakan niat mereka untuk mengakui Palestina, dengan pengakuan resmi diumumkan pada 21 September 2025. Israel, bersama dengan Amerika Serikat, menentang keras pengakuan negara Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina di wilayah yang diduduki Israel sejak 1967 akan membahayakan eksistensi Israel. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya tekanan internasional, dengan sekitar 150 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui negara Palestina.
Presiden Prancis Emmanuel Macron secara resmi mengakui negara Palestina pada 22 September 2025, sebuah langkah yang disambut baik oleh banyak negara tetapi ditentang oleh AS dan Israel. Macron menekankan bahwa pengakuan ini adalah bagian dari upaya untuk melestarikan kemungkinan solusi dua negara dan merupakan "kekalahan bagi Hamas". Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa pengakuan negara Palestina adalah hak, bukan hadiah, seperti yang ditegaskan oleh Sekjen PBB Guterres. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan bahwa pengakuan negaranya adalah bagian dari "rencana praktis untuk menyatukan orang-orang di balik visi bersama dan serangkaian langkah, termasuk reformasi Otoritas Palestina, yang membawa kita dari gencatan senjata di Gaza ke negosiasi solusi dua negara." Ia menambahkan bahwa Inggris mengesampingkan Hamas, dengan menyatakan bahwa "seruan kami untuk solusi dua negara yang tulus adalah kebalikan dari visi kebencian mereka."
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji negara-negara yang mengakui Palestina dan menyerukan dukungan untuk keanggotaan penuh Palestina di PBB. Namun, AS dan Israel memboikot konferensi tersebut, dengan Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon menyebut acara itu sebagai "sirkus". Perdebatan umum akan berlanjut dalam beberapa hari mendatang, di mana para pemimpin dunia akan membahas isu-isu global krusial seperti perubahan iklim, konflik internasional, dan pembangunan berkelanjutan, menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan, dialog dan upaya bersama tetap menjadi kunci dalam menavigasi kompleksitas dunia saat ini.