Amerika Serikat mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengejutkan pada 26 September 2025, yaitu pengenaan tarif sebesar 100% untuk produk farmasi bermerek dan paten dari Eropa. Kebijakan ini, yang akan berlaku efektif mulai 1 Oktober 2025, bertujuan untuk mendorong perusahaan farmasi agar mendirikan fasilitas manufaktur di dalam negeri, dengan pengecualian bagi perusahaan yang telah memulai atau sedang membangun fasilitas di AS.
Pengumuman ini langsung memicu penurunan tajam pada saham-saham perusahaan farmasi Eropa terkemuka. Saham Novo Nordisk, Roche, dan Novartis dilaporkan mengalami penurunan nilai sekitar 1,8% hingga 2% di platform Tradegate. AstraZeneca juga terdampak negatif. Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tarif ini adalah langkah strategis untuk mendorong investasi manufaktur domestik, namun industri farmasi Eropa melihatnya sebagai tantangan besar.
Pasar Amerika Serikat merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi banyak perusahaan farmasi Eropa. Novo Nordisk, pemimpin global dalam pengobatan diabetes dan obesitas, sangat rentan karena lebih dari separuh pendapatannya berasal dari pasar Amerika. Negara-negara seperti Irlandia, yang sangat bergantung pada ekspor farmasi ke AS, diperkirakan akan menjadi yang paling terdampak. Pada tahun 2023, lebih dari 50% ekspor Irlandia senilai lebih dari €80 miliar berasal dari industri farmasi, dengan AS sebagai tujuan utama.
Analisis pasar menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat mengganggu rantai pasok global yang kompleks dalam industri farmasi. Kenaikan biaya produksi yang timbul akibat tarif berpotensi dibebankan kepada konsumen, yang pada akhirnya akan memperburuk krisis akses obat. Meskipun sekitar 50% obat bermerek sudah diproduksi di AS, sekitar 35% masih diimpor dari Eropa. Kenaikan harga obat bermerek yang sudah mahal berisiko semakin tinggi, memperlebar kesenjangan biaya antara AS dan negara maju lainnya.
Obat generik yang memiliki margin keuntungan kecil dan sangat bergantung pada bahan baku dari luar negeri, terutama dari China dan India, juga berisiko menghadapi kelangkaan yang lebih parah jika produsen menarik diri dari pasar AS akibat tarif baru. Menanggapi situasi ini, perusahaan farmasi Eropa dilaporkan sedang mengevaluasi dampak potensial dan mempertimbangkan penyesuaian strategis, serta berupaya mencari kejelasan dan potensi pengecualian dari otoritas AS.
Di sisi lain, beberapa perusahaan farmasi di AS juga mulai menyuarakan kekhawatiran bahwa kebijakan tarif ini justru dapat merusak upaya peningkatan produksi farmasi dalam negeri. Laporan dari Pharmaceutical Research and Manufacturers of America (PhRMA) memperkirakan bahwa jika tarif diberlakukan secara penuh, harga obat-obatan di AS bisa melonjak hingga 12,9%.