Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang menghadapi tekanan signifikan untuk menggelar pemilihan kepemimpinan lebih awal dari jadwal, menyusul kemunduran elektoral dan tantangan ekonomi domestik yang kompleks. Keputusan ini muncul setelah LDP kehilangan mayoritas di Dewan Tinggi pada pemilihan Juli 2025. Perdana Menteri Shigeru Ishiba berada di bawah sorotan tajam, dengan penasihat tertinggi LDP, Taro Aso, menyerukan percepatan pemilihan presiden partai untuk restrukturisasi mendasar sebelum pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat mendatang. Pengunduran diri sekretaris jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, yang menyatakan bertanggung jawab atas kekalahan partai, semakin memperkuat tekanan ini.
Meskipun demikian, Perdana Menteri Ishiba membantah spekulasi pengunduran dirinya dan menegaskan komitmennya untuk memimpin, terutama dalam negosiasi perdagangan penting dengan Amerika Serikat terkait pengurangan tarif impor barang-barang Jepang. Secara ekonomi, Jepang mengajukan anggaran rekor tertinggi sebesar 122,45 triliun yen untuk tahun fiskal mendatang, mencerminkan beban fiskal yang meningkat. Hal ini terjadi bersamaan dengan pelemahan nilai tukar yen terhadap dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (JGB) tenor panjang, termasuk rekor tertinggi sepanjang sejarah untuk tenor 30 tahun yang menembus 3%.
Ketidakpastian politik internal partai dinilai berpotensi membebani prospek yen dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Analis dari Rabobank mencatat bahwa ketidakpastian politik yang berlanjut dapat membuat pergerakan USD/JPY tetap lesu hingga ada kejelasan arah kepemimpinan. MUFG juga menyoroti ketidakpastian politik di Jepang sebagai fokus utama yang dapat mempengaruhi pergerakan yen. Survei menunjukkan adanya dukungan di kalangan anggota partai untuk mempercepat pemilihan kepemimpinan, meskipun proses pemungutan suara yang tidak anonim dapat menguntungkan Ishiba. Situasi ini menandai fase transisi bagi LDP dan Jepang, di mana kemunduran elektoral serta tantangan ekonomi menjadi katalisator bagi partai untuk mengevaluasi kembali arahnya dan mencari kepemimpinan yang dapat membawa stabilitas serta visi yang lebih kuat. Kemampuan partai untuk menavigasi kompleksitas politik dan ekonomi ini akan menentukan lintasan Jepang ke depan.