Suriah telah mengambil langkah signifikan dalam perjalanan transformasinya dengan menyelenggarakan pemilihan Majelis Rakyat Sementara pada September 2025. Pembentukan badan legislatif 210 kursi ini menandai era baru pasca-runtuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, setelah lebih dari satu dekade konflik berkecamuk. Majelis ini memiliki mandat krusial selama 30 bulan untuk merancang undang-undang pemilihan dan konstitusi baru, membuka jalan bagi pemilihan umum di masa depan.
Proses pemilihan ini berbeda dari metode sebelumnya. Namun, pemilihan di Provinsi Sweida dan wilayah yang dikuasai oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) ditunda tanpa batas waktu karena ketegangan lokal dengan Damaskus. Kementerian Dalam Negeri melaporkan bahwa pemilihan berjalan lancar tanpa insiden keamanan, dengan 50 bagian pemilihan yang diamankan di seluruh negeri. Noureddine al-Baba, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, menekankan bahwa ini adalah pertama kalinya pemilihan berlangsung tanpa campur tangan badan intelijen atau pejabat rezim dalam pemilihan kandidat, yang menunjukkan proses yang lebih bebas.
Presiden interim Ahmed al-Sharaa menekankan pentingnya undang-undang yang tertunda untuk memajukan rekonstruksi dan kemakmuran negara, serta menyerukan kontribusi kolektif dari seluruh warga Suriah.
Namun, proses ini tidak lepas dari tantangan. Para kritikus berpendapat bahwa sistem kolese elektoral dapat memfasilitasi kandidat yang memiliki koneksi dan mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan pemerintah interim, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang demokrasi yang sepenuhnya. Di sisi lain, para pendukung melihat pemilu ini sebagai tanda kemajuan. Turki, meskipun merayakan jatuhnya Assad sebagai tanda harapan, juga menyerukan kehati-hatian untuk mencegah organisasi teroris memanfaatkan situasi yang rapuh ini. Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang menguasai sebagian besar wilayah timur laut negara itu, menandatangani perjanjian integrasi ke dalam tentara Suriah yang baru pada Maret 2025, yang menjadi bagian dari pembentukan pemerintahan sementara. Keterlibatan internasional, seperti dukungan Amerika Serikat terhadap transisi yang damai dan inklusif, juga menjadi faktor penting dalam lanskap politik Suriah yang kompleks.
Secara historis, Suriah telah mengalami lebih dari satu dekade perang saudara yang menghancurkan. Jatuhnya Bashar al-Assad pada Desember 2024 menandai akhir dari era yang panjang dan membuka babak baru yang penuh harapan namun juga ketidakpastian. Pembentukan parlemen sementara ini, meskipun menghadapi kritik, merupakan langkah prosedural yang krusial dalam upaya membangun kembali Suriah. Keberhasilan jangka panjang akan bergantung pada sejauh mana proses reformasi yang substansial dapat diwujudkan dan sejauh mana aspirasi rakyat Suriah benar-benar tercermin dalam tata kelola negara yang baru.