Pada 1 Juni 2025, Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran yang menargetkan lima pangkalan udara Rusia, termasuk Olenya di Murmansk dan Belaya di Irkutsk, yang terletak jauh di dalam wilayah Rusia. Operasi ini, yang dikenal sebagai "Operasi Jaring Laba-laba," melibatkan penggunaan 117 drone yang diluncurkan dari truk yang disamarkan di dalam wilayah Rusia. Menurut pejabat Ukraina, serangan ini menyebabkan kerusakan atau penghancuran 41 pesawat militer Rusia, termasuk pembom strategis Tu-95 dan Tu-22M3 serta pesawat pengintai A-50, dengan estimasi kerugian mencapai sekitar $7 miliar.
Operasi ini menunjukkan perencanaan dan inovasi teknologi Ukraina dalam penggunaan drone, dengan menerapkan drone FPV (First-Person View) yang ditingkatkan dengan AI untuk menembus pertahanan udara Rusia. Serangan ini tidak hanya merusak aset militer penting Rusia tetapi juga mengguncang persepsi tentang kedalaman strategis Rusia yang sebelumnya dianggap aman dari ancaman.
Secara strategis, serangan ini melemahkan kemampuan Rusia dalam melakukan serangan jarak jauh dan pengawasan, serta mengganggu postur penangkalan nuklirnya. Hal ini memaksa Rusia untuk mempertimbangkan kembali doktrin nuklirnya dan menyesuaikan strategi pertahanannya.
Operasi ini juga menyoroti peran teknologi baru dalam mengubah wajah perang modern, dengan penggunaan drone jarak jauh dan otonom yang semakin mendominasi konflik. Hal ini dapat memicu perlombaan senjata tak berawak global dan mengubah ekonomi serta doktrin militer di seluruh dunia.
Serangan ini menegaskan pentingnya kesiapsiagaan dan adaptasi dalam menghadapi ancaman yang terus berkembang, serta perlunya pengembangan dan penerapan teknologi canggih dalam strategi militer masa depan.