Wilayah Vietnam tengah menghadapi bencana banjir dahsyat yang dipicu oleh curah hujan memecahkan rekor, sebuah peristiwa yang menuntut respons kolektif dan menguji ketahanan masyarakat setempat. Hingga 31 Oktober 2025, bencana ini telah mengakibatkan sedikitnya 13 orang meninggal dunia, sementara 11 individu lainnya masih dilaporkan hilang. Intensitas presipitasi yang sangat tinggi, dengan beberapa lokasi mencatat akumulasi hingga 900 milimeter antara 24 hingga 28 Oktober, menjadi penyebab utama tanah longsor dan banjir bandang yang melanda, khususnya di daerah komune pegunungan.
Banjir rekor melanda Vietnam tengah.
Dampak banjir meluas hingga ke dataran rendah dan wilayah pesisir, menenggelamkan lebih dari 65.000 rumah. Otoritas setempat melaporkan bahwa total lebih dari 128.000 rumah di lima provinsi tengah terendam air. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan diperkirakan melampaui USD 610 juta. Salah satu lokasi yang sangat terdampak adalah situs Warisan Dunia UNESCO, Hoi An, di mana genangan air di area-area vital dilaporkan melebihi satu meter. Selain itu, sektor pertanian menderita kerugian signifikan, dengan lebih dari 5.000 hektare lahan pertanian hancur dan lebih dari 16.300 ternak serta unggas mati.
Ketinggian air di Sungai Thu Bon, yang mengalir melintasi Danang dan dekat Hoi An, mencapai titik kritis. Pada malam 29 Oktober, sungai tersebut melampaui rekor tertinggi yang pernah tercatat pada tahun 1964, mencapai 5,62 meter. Kondisi ini mengubah jalanan utama menjadi aliran air yang deras, memaksa warga menggunakan perahu sebagai satu-satunya moda transportasi. Menanggapi situasi darurat ini, pemerintah segera menyatakan status darurat untuk infrastruktur transportasi dan mengalokasikan dana darurat untuk operasi pembersihan dan perbaikan fasilitas vital.
Pemerintah Vietnam, melalui Perdana Menteri Pham Minh Chinh, telah mengambil langkah proaktif dengan menyalurkan bantuan keuangan darurat. Pada 1 November 2025, alokasi tambahan sebesar 100 miliar VND dikirimkan ke Kota Hue sebagai bagian dari upaya stabilisasi pascabencana. Meskipun upaya pemulihan sedang berlangsung, proyeksi cuaca mengindikasikan bahwa hujan lebat masih akan mengguyur beberapa provinsi hingga 4 November, yang berarti risiko banjir berkelanjutan masih tinggi. Para ilmuwan menekankan bahwa perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia memperburuk frekuensi dan intensitas bencana cuaca ekstrem ini, menyoroti kebutuhan mendesak untuk penguatan fondasi bersama dan kesiapan menghadapi dinamika lingkungan yang semakin menantang.
