Badai Supercell Meningkat di Lereng Utara Alpen, Ancaman Cuaca Ekstrem Mengintai

Diedit oleh: Tetiana Martynovska 17

Para peneliti dari ETH Zurich dan Universitas Bern telah memperbarui studi mereka, yang mengindikasikan adanya peningkatan frekuensi badai supercell di sepanjang lereng utara Pegunungan Alpen. Fenomena cuaca ekstrem ini, yang dikenal dengan angin kencang, hujan lebat, hujan es berukuran besar, dan potensi tornado, menghadirkan risiko signifikan bagi sektor pertanian, infrastruktur, serta keselamatan jiwa manusia.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu global sebesar 3 derajat Celsius dapat memicu lonjakan frekuensi badai supercell hingga 50% di wilayah Alpen utara. Badai supercell termasuk dalam kategori fenomena cuaca paling intens di Eropa, terutama selama musim panas, meskipun di wilayah Mediterania cenderung muncul pada musim gugur. Model iklim resolusi tinggi yang dikembangkan oleh para ilmuwan ini berhasil memprediksi kejadian supercell antara tahun 2016 hingga 2021 dengan akurat, meskipun tidak mendeteksi peristiwa yang lebih kecil dan berdurasi singkat. Hasil studi ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances, bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi dampak perubahan iklim dan memperkuat pertahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh badai supercell.

Perubahan iklim secara global memang telah meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa. Laporan Kondisi Iklim Eropa 2024 mencatat bahwa Eropa mengalami tahun terpanas pada tahun sebelumnya, dengan suhu rata-rata naik sekitar 2,4 derajat Celsius sejak Revolusi Industri. Peningkatan suhu ini berkontribusi pada kejadian cuaca ekstrem seperti banjir dan badai yang lebih sering terjadi. Antara tahun 2012 hingga 2022 saja, kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem di Eropa diperkirakan mencapai lebih dari €145 miliar, dengan kerugian yang meningkat sekitar 2% setiap tahunnya.

Dalam konteks prediksi cuaca, kemajuan teknologi, termasuk pengembangan model iklim resolusi tinggi dan penerapan kecerdasan buatan (AI), memainkan peran penting. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Indonesia, misalnya, mengembangkan sistem RiME-X yang mengintegrasikan observasi atmosfer, pemodelan numerik resolusi tinggi, dan AI untuk memprediksi cuaca ekstrem. Google juga tengah mengembangkan model AI untuk memprediksi badai siklon tropis, yang dilatih menggunakan data dari arsip ERA5 Eropa, menunjukkan potensi besar AI dalam meningkatkan akurasi prediksi cuaca.

Studi ETH Zurich dan Universitas Bern ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam tentang dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap pola cuaca. Dengan meningkatnya frekuensi badai supercell, masyarakat dan pemerintah perlu meningkatkan upaya adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi risiko dan kerentanan terhadap fenomena cuaca ekstrem ini. Peningkatan pemahaman ilmiah dan pemanfaatan teknologi prediksi yang canggih menjadi kunci dalam menghadapi tantangan iklim masa depan.

Sumber-sumber

  • National Geographic

  • Hungarian Teacher Programme (16-23 August 2025)

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.