Perdebatan mengenai asal-usul domestikasi anjing terus berkembang, dengan bukti arkeologis dan genetik terbaru menantang teori "self-domestication" yang dominan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa serigala secara bertahap menjadi jinak karena tertarik pada sisa makanan manusia. Namun, temuan baru menunjukkan bahwa domestikasi anjing adalah proses yang lebih aktif didorong oleh manusia, dimulai lebih dari 36.000 tahun yang lalu, bahkan sebelum manusia mengenal pertanian dan menetap.
Penelitian terhadap fosil-fosil anjing dari periode 35.500 hingga 13.000 tahun lalu di berbagai wilayah Eurasia, termasuk Spanyol, Prancis, Belgia, Italia, Swiss, Jerman, Ukraina, dan Rusia, mengungkapkan perbedaan fisik yang signifikan dari serigala. Anjing-anjing purba ini memiliki berat rata-rata 31,2 kg, moncong lebih pendek, rahang lebih lebar, dan gigi taring lebih kecil dibandingkan serigala Pleistosen yang rata-rata berbobot 41,8 kg. Analisis DNA kuno juga mendukung gagasan ini, menempatkan asal usul domestikasi di Asia Barat Daya dan Timur, serta menunjukkan kemungkinan proses ini terjadi secara independen di berbagai lokasi. Keberadaan anjing lebih dari 36.000 tahun lalu membuktikan bahwa fenomena ini mendahului revolusi pertanian.
Para ahli seperti Loukas Koungoulos, seorang arkeolog dari University of Western Australia, berpendapat bahwa hambatan budaya dan perilaku, seperti persepsi serigala sebagai hewan berbahaya, menghambat teori "self-domestication". Sebaliknya, hipotesis inisiatif manusia, yang didukung oleh Raymond Pierotti, seorang ahli biologi evolusi di University of Kansas, menyarankan bahwa manusia Paleolitikum secara aktif mengadopsi dan membiakkan anak serigala yang lebih jinak. Bukti arkeologis dari situs seperti 'Uyun al-Hammam di Yordania, di mana seekor rubah dikuburkan bersama manusia 16.000 tahun lalu, menunjukkan adanya ikatan persahabatan antara manusia dan hewan pada masa itu. Mietje Germonpré dari Royal Belgian Institute of Natural Sciences menyoroti bahwa anjing Paleolitikum sering ditemukan di pemukiman manusia, mengindikasikan ikatan mendalam.
Penelitian lebih lanjut oleh Adam Brumm dari Griffith University mengenai dingo Australia memberikan analogi modern. Orang Aborigin membesarkan anak dingo, namun melepaskannya saat dewasa. Meskipun hidup berdampingan dengan manusia selama ribuan tahun, dingo belum sepenuhnya domestikasi, menunjukkan bahwa koeksistensi yang berkepanjangan tidak selalu mengarah pada domestikasi definitif. Para peneliti sepakat bahwa teori "self-domestication" semakin menurun di hadapan bukti yang bertentangan, dan studi DNA kuno lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap detail yang hilang mengenai asal-usul anjing.