Pada tanggal 9 Juli 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan pertemuan puncak di Gedung Putih dengan para pemimpin dari Gabon, Guinea-Bissau, Liberia, Mauritania, dan Senegal.
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memperkuat hubungan diplomatik dan ekonomi, dengan penekanan khusus pada perdagangan, investasi, dan keamanan regional. Ini sejalan dengan semangat gotong royong yang menjadi landasan penting dalam hubungan antar negara di Asia Tenggara.
Pertemuan puncak ini menandai pergeseran dalam kebijakan luar negeri AS, beralih menuju kemitraan komersial daripada model bantuan tradisional. Hal ini juga membuka peluang baru bagi Indonesia untuk menjalin kerjasama yang lebih erat di bidang perdagangan dan investasi dengan negara-negara Afrika Barat.
Diskusi mencakup topik-topik utama seperti peluang perdagangan dan investasi, serta strategi untuk memerangi terorisme, perdagangan narkoba, dan mengelola migrasi di kawasan tersebut. Indonesia, sebagai negara dengan pengalaman dalam penanganan isu-isu tersebut, dapat berbagi pengalaman dan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
Hasil penting adalah keputusan AS untuk beralih dari program bantuan asing ke pemberdayaan negara-negara yang mandiri melalui perdagangan dan investasi. Ini merupakan pendekatan baru yang dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Afrika Barat.
Pengecualian Nigeria dari pertemuan puncak ini menimbulkan pertanyaan tentang implikasi diplomatik dari keputusan tersebut. Perlu dicermati bagaimana keputusan ini akan mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di kawasan Afrika secara keseluruhan.
Pertemuan puncak ini menggarisbawahi pendekatan pemerintahan Trump yang berkembang terhadap Afrika, memprioritaskan kemakmuran ekonomi bersama dan keamanan regional melalui perdagangan dan investasi. Ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara Afrika Barat dan berkontribusi pada stabilitas dan kemajuan di kawasan tersebut.