Pada 30 Juli 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa mulai 1 Agustus 2025, AS akan memberlakukan tarif 25% pada impor dari India. Keputusan ini diambil setelah negosiasi perdagangan antara kedua negara mengalami kebuntuan, terutama terkait akses pasar pertanian AS di India. India menolak membuka pasar pertaniannya untuk produk seperti gandum, jagung, beras, dan kedelai transgenik, dengan alasan perlindungan petani lokal. Selain itu, India terus membeli peralatan militer dan energi dari Rusia, yang menjadi perhatian AS dalam konteks konflik Ukraina.
India mengekspor barang senilai sekitar $87 miliar ke AS pada tahun 2024, termasuk produk seperti pakaian, farmasi, perhiasan, dan petrokimia. Pengenaan tarif 25% diperkirakan akan berdampak signifikan pada sektor-sektor ini, mengurangi daya saing produk India di pasar AS. Meskipun demikian, India tetap berkomitmen untuk melanjutkan negosiasi perdagangan dengan AS, dengan harapan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan di masa depan.
Keputusan ini menyoroti ketegangan yang meningkat dalam hubungan perdagangan antara AS dan India, dengan kedua negara berupaya menegosiasikan kesepakatan yang lebih adil dan seimbang. Sementara itu, sektor manufaktur India, yang menyumbang sekitar 17% dari PDB, akan menghadapi tantangan besar akibat tarif ini. Pemerintah India diharapkan memberikan dukungan kepada sektor ini melalui insentif dan kebijakan yang mendorong inovasi dan peningkatan daya saing.