Uni Eropa (UE), khususnya negara-negara di sayap timur, telah menyepakati pembangunan 'dinding anti-drone' sebagai prioritas pertahanan utama. Inisiatif yang diberi nama 'Vigilance of the Eastern Flank' ini mencakup empat pilar: dinding anti-drone dengan kemampuan deteksi dan intersepsi canggih, pertahanan darat termasuk sistem anti-mobilitas, keamanan maritim di Laut Baltik dan Laut Hitam, serta pengawasan ruang angkasa.
Keputusan ini diambil menyusul serangkaian provokasi yang diduga berasal dari Rusia, serta ketegangan diplomatik yang meningkat antara Ukraina dan Hungaria. Brussels akan memberikan dukungan politis untuk inisiatif ini, yang ditargetkan untuk beroperasi dalam waktu satu tahun. Ukraina akan dilibatkan dalam desain teknis, memanfaatkan pengalamannya yang luas dalam menghadapi serangan drone Rusia di medan perang. Pengalaman Ukraina dalam perang drone, termasuk penggunaan drone FPV, menjadikan partisipasinya sangat berharga dalam pengembangan sistem pertahanan baru ini.
Inisiatif ini diumumkan oleh Komisaris Pertahanan UE Andrius Kubilius setelah pertemuan virtual dengan menteri pertahanan dari Bulgaria, Estonia, Finlandia, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania, Hungaria, dan Slovakia. Inisiatif ini akan dipresentasikan secara resmi di Dewan Eropa informal di Kopenhagen, Denmark, pada bulan Oktober. Pembangunan dinding anti-drone ini merupakan respons terhadap meningkatnya ancaman udara, termasuk dugaan pelanggaran wilayah udara Ukraina oleh drone pengintai yang diduga berasal dari Hungaria.
Insiden ini telah memperburuk ketegangan diplomatik antara kedua negara, yang sebelumnya telah diwarnai oleh veto Hungaria terhadap perwira Ukraina dan penolakan akses bagi personel militer Hungaria ke wilayah Ukraina. Menteri Luar Negeri Hungaria Péter Szijjártó telah menyuarakan keprihatinan mengenai kebijakan anti-Hungaria yang diduga dilakukan Ukraina dan serangan terhadap infrastruktur penting seperti pipa minyak Druzhba, yang menyuplai 65% minyak mentah Rusia ke Hungaria. Sikap Hungaria ini menimbulkan pertanyaan tentang kohesi dan efektivitas pertahanan kolektif Eropa di tengah tantangan keamanan yang kompleks.
Sementara itu, NATO sendiri telah meningkatkan kehadirannya di Eropa Timur sejak 2014, menempatkan ribuan tentara di negara-negara Baltik dan Polandia sebagai respons terhadap agresi Rusia. Teknologi di balik dinding anti-drone ini akan mengandalkan sistem radar canggih yang mampu mendeteksi drone kecil pada jarak yang signifikan, serta solusi intersepsi yang mencakup jamming dan sistem senjata lainnya. Keberhasilan inisiatif ini tidak hanya bergantung pada kemajuan teknologi, tetapi juga pada kemampuan negara-negara anggota untuk mengatasi perbedaan politik dan bekerja sama demi keamanan regional yang lebih kuat.
Ketegangan yang sedang berlangsung, termasuk insiden drone yang dilaporkan di Denmark dan pelanggaran wilayah udara oleh Rusia di negara-negara Baltik, menyoroti urgensi dari langkah-langkah pertahanan terpadu ini.