Pada 4 Agustus 2025, Uni Eropa (UE) mengumumkan penangguhan rencana tarif balasan terhadap impor AS selama enam bulan. Keputusan ini mengikuti kesepakatan perdagangan sementara antara Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden AS Donald Trump. Penangguhan ini bertujuan untuk meredakan ketegangan perdagangan dan mencegah perang dagang transatlantik. Tindakan balasan UE sebelumnya ditujukan terhadap bea masuk AS atas baja, aluminium, dan barang-barang lainnya. Masalah utama yang belum terselesaikan termasuk aturan tarif pada suku cadang mobil, pengecualian untuk produk tertentu, dan kuota tarif. UE mempertahankan hak untuk mengaktifkan kembali tindakan balasan jika komitmen tidak dipenuhi. Setelah pengumuman tersebut, prospek keuntungan untuk perusahaan-perusahaan Eropa meningkat. Pendapatan sekarang diperkirakan meningkat pada kuartal kedua tahun 2025. UE dan AS terus menegosiasikan rincian akhir untuk memulihkan stabilitas perdagangan transatlantik.
Menurut Dr. Ingrid Maurer, seorang ahli ekonomi perdagangan internasional di Universitas Berlin, penangguhan ini merupakan langkah positif tetapi masih rapuh. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, dia menyatakan bahwa keberhasilan negosiasi lebih lanjut akan bergantung pada kesediaan kedua belah pihak untuk berkompromi pada isu-isu sensitif seperti standar lingkungan dan hak pekerja. Lebih lanjut, Profesor Bambang Brodjonegoro, seorang ekonom terkemuka Indonesia, menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Beliau mencatat bahwa ketidakpastian dalam hubungan perdagangan AS-UE dapat menciptakan peluang bagi negara-negara lain untuk meningkatkan pangsa pasar mereka di kedua wilayah tersebut.