Sarah Mullally telah ditunjuk sebagai Uskup Agung Canterbury perempuan pertama dalam sejarah Gereja Inggris, sebuah posisi yang sebelumnya hanya dipegang oleh pria selama 1.400 tahun. Mullally, 63 tahun, yang menjabat sebagai Uskup London sejak 2018, akan ditahbiskan secara resmi pada Maret 2026. Penunjukannya menandai era baru bagi gereja yang menghadapi tantangan reformasi yang signifikan.
Mullally menggantikan Justin Welby, yang mengundurkan diri pada Januari 2025 menyusul laporan independen yang mengkritik penanganannya terhadap tuduhan pelecehan seksual anak yang dilakukan oleh John Smyth. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa gereja, termasuk Welby, telah mengetahui pelecehan tersebut sejak 2013 namun gagal mengambil tindakan yang memadai, yang menyebabkan mundurnya Welby dan membuka jalan bagi kepemimpinan baru yang diharapkan membawa pembaruan dan pemulihan kepercayaan. Penunjukan Mullally terjadi setelah proses konsultasi publik dan refleksi doa yang dimulai pada Februari 2025, melibatkan perwakilan Gereja Inggris dan Komuni Anglikan Global. Raja Charles III menyetujui nominasi Mullally, yang akan secara resmi dipilih oleh Dewan Kanon Katedral Canterbury sebelum Natal. Pemilihannya akan dikonfirmasi di Katedral St. Paul pada Januari 2026.
Dengan latar belakang yang kuat dalam keperawatan, di mana ia pernah menjabat sebagai Kepala Petugas Keperawatan Inggris, Mullally membawa perspektif unik yang berfokus pada pelayanan dan kepedulian. Ia telah menyatakan komitmennya untuk mendengarkan para penyintas pelecehan dan memastikan gereja menjadi tempat yang aman bagi semua. Penunjukannya terjadi di tengah lanskap Gereja Inggris yang kompleks, yang menghadapi penurunan jumlah jemaat, tekanan finansial, dan perpecahan internal mengenai isu-isu seperti pandangan terhadap kaum LGBTQ+.
Sebagai pemimpin global Komuni Anglikan yang memiliki lebih dari 85 juta anggota, Mullally akan menghadapi tugas berat untuk menjembatani perbedaan teologis antara kelompok konservatif dan progresif. Meskipun dipandang sebagai seorang liberal teologis, Mullally menekankan pentingnya keragaman dan inklusivitas, menyatakan keinginannya agar semua orang dapat menemukan tempat spiritual mereka di gereja. Ia mengakui besarnya tantangan yang dihadapi gereja, termasuk isu-isu sosial dan politik kontemporer.
Komisi Nominasi Mahkota, yang dipimpin oleh Jonathan Evans, menyatakan keyakinannya pada kepemimpinan Mullally. Perjalanan Mullally dari dunia keperawatan ke posisi tertinggi di gereja mencerminkan pergeseran yang lebih luas dalam kepemimpinan keagamaan, di mana pengalaman praktis dan empati semakin dihargai. Penunjukannya bukan hanya pencapaian historis, tetapi juga undangan bagi gereja untuk merangkul perubahan, memulihkan kepercayaan, dan menemukan jalan baru menuju kesatuan dan penyembuhan. Sejarah jabatan Uskup Agung Canterbury berakar pada tahun 597, ketika Santo Agustinus tiba dari Roma. Sejak saat itu, jabatan tersebut telah dipegang oleh 105 orang, dan Mullally akan menjadi Uskup Agung ke-106. Penunjukan seorang wanita untuk jabatan ini merupakan langkah signifikan, mencerminkan perubahan dalam masyarakat dan gereja, serta membuka perspektif baru untuk perkembangan Anglikanisme di masa depan.