Pada 2 Agustus 2025, Hamas mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghentikan permusuhan kecuali negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya didirikan. Pernyataan ini memicu berbagai reaksi internasional, menyoroti kompleksitas konflik Palestina-Israel.
Beberapa negara Eropa, termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada, telah mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina. Prancis, misalnya, berencana untuk mengakui Palestina sebagai negara pada Sidang Umum PBB yang akan datang pada September 2025. Keputusan ini dipandang sebagai langkah simbolis untuk mendukung aspirasi Palestina dan mendorong solusi dua negara. Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa pengakuan ini mungkin tidak cukup untuk mendorong perubahan nyata di tengah kekerasan yang terus berlanjut. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan bahwa pengakuan tersebut akan bergantung pada kemajuan perdamaian antara Israel dan Palestina. Sementara itu, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, mengutip erosi solusi dua negara sebagai faktor utama dalam keputusan tersebut. Meskipun pengakuan ini tidak mengubah realitas di lapangan secara langsung, langkah ini menandakan pergeseran dalam sikap internasional terhadap konflik tersebut. Beberapa negara seperti Jerman dan Italia menyatakan bahwa mereka tidak berencana mengikuti langkah Prancis dalam waktu dekat, menekankan pentingnya keamanan Israel dan proses negosiasi langsung antara Israel dan Palestina. Sementara itu, negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan Slovenia telah mengakui negara Palestina, menekankan pentingnya keadilan, perdamaian, dan solusi dua negara. Keputusan Prancis untuk mengakui Palestina sebagai negara telah menuai reaksi beragam. Israel mengkritik langkah ini, dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa pengakuan tersebut "menghadiahi teror" dan berisiko menciptakan ancaman bagi Israel. Sementara itu, Amerika Serikat juga mengkritik keputusan Prancis, dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebutnya sebagai "keputusan sembrono" yang hanya mendukung propaganda Hamas dan merusak upaya perdamaian. Di sisi lain, negara-negara seperti Arab Saudi dan Yordania menyambut keputusan Prancis sebagai langkah positif menuju solusi dua negara dan penghormatan terhadap hak-hak sah rakyat Palestina. Palestina sendiri menyambut baik pengakuan tersebut, dengan pejabat senior Otoritas Palestina, Hussein al-Sheikh, menyatakan bahwa langkah ini mencerminkan komitmen Prancis terhadap hukum internasional dan mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Sementara itu, Hamas juga menyambut baik keputusan Prancis, menyebutnya sebagai "langkah positif" menuju keadilan bagi rakyat Palestina yang tertindas dan mendukung hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Mereka menyerukan agar negara-negara lain, terutama negara-negara Eropa dan yang belum mengakui negara Palestina, mengikuti jejak Prancis. Keputusan Prancis untuk mengakui negara Palestina datang di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza dan ketegangan yang terus berlanjut antara Israel dan Palestina. Meskipun pengakuan ini tidak serta merta mengakhiri konflik, langkah ini menyoroti pentingnya dukungan internasional terhadap aspirasi Palestina dan kebutuhan mendesak untuk solusi damai yang adil dan berkelanjutan bagi kedua belah pihak.