Prancis Hentikan Kerja Sama Kontra-Terorisme dengan Mali Pasca Tuduhan Plot Kudeta

Diedit oleh: Татьяна Гуринович

Hubungan diplomatik antara Prancis dan Mali memanas pada September 2025, yang berujung pada keputusan Prancis untuk menghentikan kerja sama kontra-terorisme dengan Bamako. Langkah ini diambil sebagai respons atas penangkapan seorang warga negara Prancis, Yann Vezilier, di Mali yang dituduh terlibat dalam plot kudeta.

Mali mengklaim Vezilier bertindak atas nama dinas intelijen Prancis untuk mendestabilisasi negara, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Prancis. Sebagai balasan, Prancis menyatakan dua staf dari kedutaan dan konsulat Mali di Paris sebagai persona non grata, yang kemudian dibalas oleh Mali dengan mengusir lima staf kedutaan Prancis. Ketegangan ini merupakan eskalasi dari memburuknya hubungan yang telah berlangsung sejak junta militer mengambil alih kekuasaan di Mali pada tahun 2020.

Di bawah kepemimpinan Presiden Assimi Goita, Mali telah secara progresif menjauhkan diri dari Prancis, termasuk menarik pasukan Prancis dan mencari dukungan keamanan dari Rusia. Keputusan Presiden Goita untuk memperpanjang masa jabatannya selama lima tahun lagi pada Juni 2025, setelah sebelumnya berjanji mengembalikan kekuasaan kepada sipil pada Maret 2024, serta pembubaran partai politik pada Mei 2025, semakin mempertegas konsolidasi kekuasaan militer dan menjauhnya negara itu dari norma-norma demokrasi.

Penangkapan Yann Vezilier pada Agustus 2025 menjadi titik krusial dalam memicu krisis diplomatik terbaru ini. Mali menuduh Vezilier, yang bekerja di kedutaan Prancis di Bamako, merekrut tentara dan tokoh politik atas nama intelijen Prancis untuk menggulingkan pemerintah. Prancis dengan tegas menolak tuduhan tersebut, menyebutnya tidak berdasar dan sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional serta Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Prancis telah berupaya membebaskan Vezilier dan menganggap tindakan Mali sebagai eskalasi permusuhan yang berkelanjutan.

Menteri Keamanan Mali, Jenderal Daoud Aly Mohammedine, mengklaim Vezilier beroperasi sebagai agen intelijen Prancis yang memobilisasi berbagai elemen untuk merusak negara. Situasi ini menggarisbawahi pergeseran geopolitik yang lebih luas di wilayah Sahel, di mana Mali semakin beralih ke Rusia untuk dukungan keamanan. Penghentian kerja sama kontra-terorisme antara Prancis dan Mali memiliki implikasi signifikan bagi keamanan regional, terutama mengingat Mali masih berjuang melawan kelompok-kelompok bersenjata yang terafiliasi dengan al-Qaeda dan ISIS.

Hubungan Prancis dan Mali sebelumnya juga diwarnai ketegangan, termasuk pengusiran duta besar Prancis pada Februari 2022 dan penghentian kerja sama pertahanan pada Mei 2022. Pergeseran ini mencerminkan upaya Mali untuk menegaskan kembali identitas nasionalnya dan mengurangi pengaruh mantan kekuatan kolonialnya, dengan mencari kemitraan baru di kancah internasional. Keputusan Mali untuk mengakhiri kerja sama kontra-terorisme dengan Prancis dan mencari dukungan dari Rusia menunjukkan strategi diversifikasi kemitraan untuk mencapai stabilitas dan keamanan nasionalnya.

Sumber-sumber

  • Al Jazeera Online

  • Al Jazeera

Apakah Anda menemukan kesalahan atau ketidakakuratan?

Kami akan mempertimbangkan komentar Anda sesegera mungkin.