Protes terhadap kenaikan harga bahan bakar di Angola telah berujung pada kerusuhan yang menyebabkan korban jiwa dan penangkapan massal. Pemerintah Angola mengumumkan bahwa harga solar dinaikkan sebesar 33% sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi subsidi bahan bakar dan menstabilkan keuangan publik. Keputusan ini memicu protes yang dimulai pada Senin, dengan asosiasi taksi minibus mengadakan pemogokan selama tiga hari dan menaikkan tarif hingga 50% sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Kerusuhan yang terjadi melibatkan penjarahan, perusakan properti, dan bentrokan dengan aparat keamanan. Polisi Angola melaporkan bahwa empat orang tewas dan lebih dari 500 orang ditangkap selama dua hari protes. Selain itu, puluhan toko dan kendaraan rusak akibat tindakan vandalisme. Meskipun pemerintah telah mengerahkan pasukan keamanan untuk mengendalikan situasi, beberapa area di ibu kota, Luanda, masih mengalami ketegangan.
Keputusan pemerintah untuk menghapus subsidi bahan bakar telah menjadi topik perdebatan. Beberapa pihak menilai bahwa langkah ini penting untuk mengurangi beban fiskal negara, sementara yang lain mengkritik dampaknya terhadap masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada transportasi umum. Organisasi non-pemerintah seperti Human Rights Watch telah mengkritik penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan dalam menangani protes, termasuk penggunaan gas air mata dan peluru karet terhadap demonstran yang sebagian besar damai.
Situasi ini menyoroti ketegangan sosial yang meningkat di Angola, di mana ketidakpuasan terhadap kebijakan ekonomi pemerintah telah memicu protes dan kerusuhan. Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan fiskal dengan kesejahteraan sosial, sementara masyarakat menuntut solusi yang adil dan berkelanjutan terhadap masalah ekonomi yang mereka hadapi.