Pasar barang mewah global mengalami perlambatan signifikan pada tahun 2025, ditandai dengan penurunan penjualan dan keuntungan bagi para pemain utama seperti LVMH, Gucci, dan Prada. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya pengeluaran dari wisatawan Amerika dan Tiongkok, fluktuasi mata uang, serta penerapan tarif baru. LVMH melaporkan penurunan penjualan sebesar 3% secara tahunan pada kuartal pertama, dengan segmen mode dan barang kulitnya mengalami penurunan pendapatan sebesar 5%. Di Jepang, penguatan yen berdampak pada daya beli wisatawan Tiongkok, yang menyebabkan pengurangan pembelian barang mewah oleh pembeli internasional.
Bain & Company memproyeksikan pasar barang mewah pribadi akan mengalami penurunan hingga 5% pada tahun 2025, yang merupakan kontraksi terbesar sejak krisis keuangan 2008-2009 (tidak termasuk tahun 2020). Fluktuasi nilai tukar mata uang semakin memperumit dinamika pasar; euro yang lebih kuat membuat barang mewah Eropa lebih mahal bagi konsumen global, sementara dolar AS yang lebih lemah memengaruhi pengeluaran wisatawan Amerika di luar negeri. Pemerintah AS juga memberlakukan tarif baru sebesar 15% untuk produk Eropa sejak Agustus 2025, yang semakin meningkatkan harga barang dan menghambat transaksi lintas batas. Menanggapi tekanan ini, LVMH melakukan perubahan kepemimpinan kreatif di Dior dan Loewe, serta memprioritaskan efisiensi operasional melalui barang-barang tingkat pemula. Gucci, bagian dari Kering, mengalami penurunan pendapatan sebesar 26% pada paruh pertama tahun 2025, dengan penjualan turun 25% secara sebanding. Prospek sektor mewah pada tahun 2025 tetap berhati-hati, dengan analis memproyeksikan potensi penurunan pendapatan mewah global sebesar 2% untuk tahun ini.