Badai Kajiki menerjang pantai utara-tengah Vietnam pada 25 Agustus 2025, membawa angin kencang hingga 166 km/jam dan hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang serta tanah longsor. Bencana alam ini merenggut setidaknya tiga nyawa dan melukai sepuluh orang, meninggalkan jejak kehancuran di berbagai provinsi.
Ribuan rumah mengalami kerusakan, dengan hampir 7.000 rumah dilaporkan rusak parah. Lahan pertanian yang luas, sekitar 28.800 hektare sawah, terendam banjir, mengganggu layanan penting dan kehidupan sehari-hari. Infrastruktur vital juga terdampak, dengan banyak pohon tumbang dan 331 tiang listrik roboh, menyebabkan pemadaman listrik yang meluas. Ibu kota Hanoi turut merasakan dampak parah, dengan jalan-jalan terendam air, melumpuhkan transportasi dan aktivitas normal, serta membuat jalan raya nasional menjadi tidak dapat dilalui akibat tingginya genangan air.
Sebelum kedatangannya, otoritas Vietnam telah melakukan evakuasi besar-besaran, memindahkan lebih dari 586.000 warga dari wilayah pesisir yang berisiko tinggi. Bandara ditutup dan kegiatan belajar mengajar di institusi pendidikan dihentikan demi keselamatan publik. Sebanyak 16.500 tentara dan 107.000 personel paramiliter dikerahkan untuk membantu evakuasi dan operasi pencarian serta penyelamatan.
Dampak badai ini juga meluas ke negara tetangga, Thailand, di mana hujan lebat memicu banjir bandang dan tanah longsor di beberapa wilayah utara. Sebagai perbandingan, badai Yagi tahun sebelumnya, yang merupakan badai terkuat yang melanda Vietnam dalam tiga dekade, menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 40 triliun VND (sekitar 1,63 miliar USD) dan diperkirakan mengurangi pertumbuhan PDB Vietnam sebesar 0,15%. Studi tahun 2024 memperingatkan bahwa laut yang menghangat akibat perubahan iklim akan menyebabkan siklon di Asia Tenggara terbentuk lebih dekat ke daratan, menguat lebih cepat, dan bertahan lebih lama, sehingga meningkatkan risiko bagi kota-kota.
Upaya pemulihan difokuskan pada perbaikan rumah, sekolah, dan fasilitas medis yang rusak, serta penyediaan tempat tinggal sementara bagi mereka yang kehilangan rumah. Pemerintah juga menekankan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam di masa depan, termasuk pengelolaan sistem irigasi dan pembangkit listrik tenaga air untuk memastikan operasi yang aman selama badai.