Para ilmuwan telah mendeteksi peningkatan aktivitas badai matahari yang signifikan dalam 48 jam terakhir. Fenomena ini, yang merupakan bagian alami dari siklus matahari 11 tahunan, dapat memengaruhi teknologi di Bumi dan menimbulkan tantangan bagi penjelajah ruang angkasa.
Badai matahari, atau badai geomagnetik, adalah gangguan sementara pada magnetosfer Bumi yang disebabkan oleh interaksi antara angin matahari dan medan magnet Bumi. Peristiwa ini sering kali dipicu oleh lontaran massa korona (CME) dan lidah api matahari. CME adalah erupsi kuat dari permukaan matahari yang melontarkan gas super panas dan radiasi ke luar angkasa. Ketika CME ini bergerak menuju Bumi, mereka dapat menyebabkan badai geomagnetik.
Badai matahari yang kuat dapat mengganggu sistem komunikasi satelit, navigasi, dan transmisi radio, terutama yang menggunakan frekuensi tinggi. Gangguan ini dapat memengaruhi operasi seperti penerbangan drone dan komunikasi gelombang pendek. Di Indonesia, yang berada di wilayah khatulistiwa, dampaknya mungkin tidak separah di negara-negara lintang tinggi, namun gangguan pada ionosfer yang memengaruhi sinyal GPS dan komunikasi radio tetap mungkin terjadi.
Bagi para astronot yang berada di luar angkasa, aktivitas matahari yang meningkat menghadirkan risiko radiasi yang lebih tinggi. Tanpa perlindungan atmosfer dan magnetosfer Bumi, astronot dapat terpapar radiasi yang dapat merusak sel tubuh, DNA, serta meningkatkan risiko kanker, katarak, penuaan dini, dan masalah kardiovaskular. Badai matahari yang kuat dapat meningkatkan radiasi secara tiba-tiba, berpotensi menyebabkan keracunan radiasi akut yang bisa berakibat fatal.
Lembaga seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Indonesia, serta National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Amerika Serikat, terus memantau dan memprediksi cuaca antariksa. Pemantauan ini penting untuk memberikan peringatan dini kepada industri terkait, seperti operator pembangkit listrik dan perusahaan penerbangan, agar dapat mempersiapkan diri menghadapi potensi gangguan. Indonesia sendiri merupakan anggota ISES (International Space Environment Service) sebagai Regional Warning Center (RWC) yang memberikan layanan informasi dan prediksi cuaca antariksa sesuai standar internasional.
Studi menunjukkan bahwa badai matahari dahsyat pernah terjadi di masa lalu, seperti peristiwa Miyake Events yang terjadi sekitar 14.300 tahun lalu, yang kekuatannya diperkirakan lebih dari 500 kali lipat badai terbesar di era modern. Jika peristiwa serupa terjadi saat ini, dampaknya terhadap infrastruktur global seperti satelit, jaringan listrik, dan komunikasi digital bisa sangat besar, bahkan berpotensi melumpuhkan.