Gunung es terbesar di dunia, A23a, yang telah mengukir perjalanan epik selama hampir empat dekade, kini telah mencapai akhir yang signifikan. Bongkahan es kolosal ini, yang terlepas dari Lapisan Es Filchner-Ronne di Antartika pada tahun 1986, menghabiskan lebih dari tiga puluh tahun terdiam di dasar Laut Weddell.
Sekitar tahun 2020-an, A23a mulai bergerak, memulai perjalanan melintasi Samudra Selatan. Dengan luas awal sekitar 3.900 hingga 4.000 kilometer persegi, setara dengan dua kali luas Kota London, A23a merupakan fenomena alam yang menarik perhatian para ilmuwan. Pada Maret 2025, gunung es ini dilaporkan mencapai perairan dekat Pulau South Georgia, di mana ia kembali tersangkut di dasar laut yang dangkal.
Data satelit pada Mei 2025 mengkonfirmasi bahwa A23a telah mengalami disintegrasi yang cukup besar, kehilangan sekitar 520 kilometer persegi massanya. Proses pencairan dan fragmentasi ini terus berlanjut, dengan sisa-sisanya diperkirakan telah mencair sepenuhnya pada awal September 2025. Para ilmuwan dari British Antarctic Survey (BAS) dan lembaga lainnya telah memantau pergerakan A23a secara cermat.
Meskipun kekhawatiran awal muncul mengenai potensi gangguan terhadap ekosistem laut dan satwa liar lokal di South Georgia, para ahli mencatat bahwa dampak langsungnya pada area makanan mereka tidak separah yang dikhawatirkan. Pelepasan nutrisi dari es yang mencair justru diyakini dapat memperkaya perairan, berpotensi mendukung pertumbuhan fitoplankton dan organisme laut lainnya.
Perjalanan A23a ini, meskipun merupakan bagian dari siklus alami pembentukan dan pencairan gunung es, juga menjadi pengingat akan dinamika perubahan di wilayah kutub. Para peneliti terus mempelajari bagaimana fenomena seperti ini memengaruhi siklus karbon dan nutrisi lautan global, mencerminkan kekuatan alam yang luar biasa dan perubahan lanskap bumi.