Sebuah tim peneliti internasional telah menemukan bahwa es dapat menghasilkan listrik ketika mengalami deformasi yang tidak merata, sebuah fenomena yang dikenal sebagai fleksoelektrisitas. Temuan ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Physics pada September 2025, berpotensi membuka peluang baru dalam pengembangan perangkat elektronik dan sistem pemanenan energi di lingkungan yang dingin.
Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Catalan Institute of Nanotechnology and Nanomaterials (ICN2) di Autonomous University of Barcelona, bekerja sama dengan Xi'an Jiaotong University di Tiongkok dan Stony Brook University di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa es murni menghasilkan muatan listrik saat dideformasi, meskipun dalam jumlah yang relatif rendah untuk aplikasi teknologi praktis. Namun, penambahan garam biasa dengan konsentrasi 25% secara signifikan meningkatkan koefisien fleksoelektrik es hingga seribu kali lipat, menyamakannya dengan material yang sudah digunakan dalam elektronik.
Fenomena ini juga memberikan penjelasan potensial untuk pembentukan petir di awan badai. Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa tabrakan partikel es di dalam awan berkontribusi pada penumpukan muatan listrik, namun mekanisme pastinya belum jelas karena es bukanlah material piezoelektrik. Efek fleksoelektrik, yang timbul dari deformasi tidak merata, kini menawarkan penjelasan yang masuk akal mengenai bagaimana partikel es dapat menghasilkan medan listrik yang teramati dalam fenomena atmosfer. Pengukuran potensial listrik dari lempengan es yang ditekuk sesuai dengan pola yang diamati dalam elektrifikasi badai, menunjukkan bahwa gradien regangan dari tumbukan partikel dapat menjadi sumber pemisahan muatan.
Implikasi teknologi dari penemuan ini sangat signifikan. Kemampuan es untuk menghasilkan listrik saat dideformasi dapat mengarah pada pengembangan sensor berbiaya rendah dan perangkat pemanen energi yang dapat diproduksi langsung di lokasi yang dingin atau terpencil, seperti wilayah kutub. Hal ini dapat merevolusi pemantauan lingkungan di daerah tersebut, memungkinkan sensor untuk melacak pergerakan atau getaran di gletser atau medan es lainnya. Selain itu, fleksoelektrisitas es yang mengandung garam dapat dimanfaatkan untuk solusi energi berkelanjutan di iklim dingin.
Penelitian ini juga berpotensi memberikan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena di luar bumi, seperti aktivitas listrik yang teramati di bulan-bulan es di tata surya kita, misalnya Europa dan Enceladus. Studi tentang benda-benda langit yang dingin ini dapat memperoleh manfaat dari pemahaman baru tentang bagaimana tekanan mekanis pada es dapat menghasilkan listrik. Tim peneliti sedang menjajaki berbagai cara untuk mewujudkan temuan ini menjadi aplikasi dunia nyata, memposisikan es bukan hanya sebagai zat pasif, tetapi sebagai material aktif dengan potensi signifikan untuk perangkat elektronik dan sistem pembangkit energi di masa depan, terutama di lingkungan yang sangat dingin.
Fakta bahwa es memiliki dua mekanisme berbeda untuk menghasilkan listrik—fleksoelektrisitas dan ferroelektrik permukaan pada suhu yang sangat rendah—semakin memperluas potensi aplikasinya. Kemajuan ilmiah ini tidak hanya menjanjikan secara teknologi tetapi juga memperdalam apresiasi kita terhadap sifat-sifat kompleks dan seringkali mengejutkan dari material yang umum ditemui.