Pada 25 Agustus 2025, Amerika Serikat mengumumkan penerapan tarif dan pembatasan ekspor yang menargetkan negara-negara dengan pajak digital yang dianggap diskriminatif terhadap perusahaan teknologi Amerika. Presiden Donald Trump menyatakan di platform Truth Social bahwa langkah ini merupakan respons terhadap tindakan yang merugikan perusahaan teknologi AS, dengan penekanan bahwa negara-negara yang memberlakukan pajak atau regulasi digital yang dianggapnya tidak adil akan menghadapi "tarif tambahan yang besar" serta pembatasan ekspor teknologi dan chip AS.
Langkah ini mencerminkan ketegangan yang meningkat dalam perdebatan global mengenai perpajakan digital dan regulasi teknologi, sebuah isu yang telah dibahas oleh OECD dan G20 sejak 2015 melalui program Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Kebijakan tarif AS ini menciptakan ketidakpastian signifikan bagi pasar ekuitas, yang dampaknya terasa terutama pada saham-saham teknologi besar seperti Google dan Meta Platforms. Sejak awal 2025, sektor teknologi, khususnya saham perangkat keras dan semikonduktor, telah mengalami penurunan nilai yang lebih besar dibandingkan indeks pasar secara keseluruhan, sebagian disebabkan oleh rantai pasokan mereka yang sangat bergantung pada negara-negara di Asia Tenggara dan Tiongkok, yang kini menghadapi potensi gangguan akibat kebijakan tarif.
Tindakan Presiden Trump merupakan kelanjutan dari strategi perdagangan yang telah menggunakan tarif sebagai alat kebijakan utama. Uni Eropa, melalui Digital Markets Act (DMA) dan Digital Services Act (DSA), telah berupaya mengatur platform online besar untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar dan menetapkan aturan ketat untuk konten berbahaya. Namun, langkah-langkah regulasi ini dipandang oleh AS sebagai tindakan yang dirancang untuk merugikan atau mendiskriminasi teknologi Amerika.
Implikasi dari kebijakan ini meluas ke seluruh ekosistem teknologi global. Sektor IT di negara-negara seperti India, meskipun tidak secara langsung menjadi sasaran tarif AS, dapat merasakan dampak negatif melalui penurunan belanja teknologi dari klien AS yang menghadapi tekanan biaya. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan pemotongan pekerjaan lebih lanjut, terutama dalam peran outsourcing tradisional, seiring perusahaan menyesuaikan diri dengan norma baru yang dibentuk oleh ketegangan perdagangan dan disrupsi digital. Situasi ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih terpadu dan harmonis dalam tata kelola ekonomi digital global, di mana inovasi dapat berkembang tanpa terhalang oleh hambatan perdagangan yang dapat merugikan semua pihak.