Tingkat penghindaran berita global telah mencapai titik tertinggi baru, dengan hampir separuh populasi dunia kini memilih untuk tidak mengonsumsi informasi media. Laporan Reuters Digital News 2020 dan studi terkait menunjukkan bahwa 40% individu secara aktif menghindari berita, meningkat secara signifikan dari 29% pada tahun 2017.
Fenomena ini didorong oleh berbagai faktor yang saling terkait. Sebagian besar responden, sekitar 39%, melaporkan bahwa berita berdampak negatif pada suasana hati mereka, sementara 31% merasa kewalahan oleh volume informasi yang terus-menerus. Selain itu, 30% responden mengaitkan keengganan mereka dengan paparan konstan terhadap perang dan konflik, dan 20% lainnya merasa tidak berdaya untuk bertindak atas informasi yang mereka terima.
Generasi muda, khususnya mereka yang berusia 18-24 tahun, cenderung menghindari berita karena kesulitan memahami konten atau merasa berita tersebut tidak relevan. Laporan Reuters Digital News 2020 mengindikasikan bahwa generasi muda lebih memilih platform visual dan real-time seperti Instagram dan YouTube untuk mendapatkan informasi, menyoroti pergeseran cara mereka berinteraksi dengan berita yang mengutamakan kecepatan dan relevansi langsung.
Menanggapi tren ini, organisasi berita mulai mengadaptasi strategi mereka. Banyak yang berfokus pada konten yang lebih analitis, memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk personalisasi konten, dan menyoroti topik yang lebih diminati publik. Penggunaan AI bertujuan untuk menyajikan konten yang relevan, meningkatkan pengalaman membaca, dan menjaga keterlibatan audiens. Namun, potensi efek gelembung informasi dan perlunya peningkatan literasi media serta kesadaran publik tentang risiko berita palsu tetap menjadi krusial untuk menjaga diskursus publik yang sehat.