Kecintaan manusia terhadap kucing terjalin erat dalam sejarah peradaban, membentang lebih dari 9.500 tahun lalu. Kucing pertama kali dijinakkan di wilayah Bulan Sabit Subur sekitar 10.000 tahun lalu, berperan penting dalam masyarakat agraris awal dengan mengendalikan hama yang mengancam persediaan pangan.
Di Mesir Kuno, kucing sangat dihormati dan dianggap suci, disimbolkan sebagai dewi Bastet, pelindung rumah tangga dan kesuburan. Penyebaran kucing ke seluruh dunia turut dibantu oleh kehadirannya di kapal dagang, menjadikannya teman setia dalam perjalanan manusia.
Interaksi dengan kucing memberikan manfaat signifikan bagi kesejahteraan psikologis. Para psikolog mencatat bahwa berinteraksi dengan kucing dapat mengurangi stres dan kecemasan, serta meningkatkan suasana hati. Suara dengkuran kucing (purring) terbukti memiliki efek menenangkan, membantu menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol. Sebuah studi pada Februari 2025 menunjukkan bahwa kontak fisik yang lembut, seperti membelai, dapat meningkatkan kadar oksitosin, hormon yang memfasilitasi ikatan sosial dan kepercayaan, baik pada manusia maupun kucing.
Penelitian dari NIU HSE menyoroti korelasi antara keterikatan pada hewan peliharaan dan sikap terhadap alam serta sesama manusia, di mana kebahagiaan dari interaksi dengan hewan peliharaan dapat meningkatkan dorongan untuk membantu orang lain. Namun, hubungan ini tidak selalu linier, karena kecintaan pada hewan tidak secara otomatis berkorelasi dengan kepedulian terhadap lingkungan.
Kucing telah berevolusi bersama manusia, mengembangkan lebih dari 276 ekspresi wajah yang sebagian besar muncul dari interaksi ribuan tahun dengan manusia. Hal ini menunjukkan kedalaman hubungan manusia-kucing, di mana kucing menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, menawarkan persahabatan, ketenangan, dan manfaat kesehatan yang terukur.