Pada 31 Juli 2025, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif baru pada 68 negara dan Uni Eropa, dengan tarif berkisar antara 10% hingga 50%, yang mulai berlaku pada 7 Agustus 2025. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan meningkatkan produksi dalam negeri.
Beberapa negara yang terdampak termasuk Australia, yang dikenakan tarif 10%, dan Brasil, yang menghadapi tarif 50% yang mempengaruhi 35% ekspor mereka ke AS. Negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Chili menerima konsesi atau kejelasan dalam pengaturan mereka, sementara Kamboja, Thailand, dan Taiwan mendapatkan pengurangan tarif signifikan. Meksiko berhasil mendapatkan penundaan 90 hari untuk negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung, menunjukkan kompleksitas dalam negosiasi perdagangan internasional.
Implementasi tarif ini diperkirakan akan meningkatkan biaya operasional dan harga konsumen secara global, berkontribusi pada kenaikan inflasi di AS. Beberapa perusahaan telah memperingatkan tentang potensi kenaikan harga, dan tantangan hukum terhadap otoritas Trump untuk memberlakukan tarif unilateral sedang diproses di pengadilan federal. Langkah ini juga terkait dengan isu geopolitik, karena Trump menggunakan pengakuan Kanada terhadap Palestina untuk mempertanyakan komitmen perdagangan mereka.
Para ahli keuangan menunjukkan bahwa ketidakpastian yang dihasilkan oleh tarif ini dapat memengaruhi investasi dan perdagangan internasional. Meskipun situasi saat ini berbeda dalam beberapa aspek, memiliki kesamaan yang patut mendapat perhatian. Pada akhirnya, situasi ini adalah kesempatan bagi bisnis dan konsumen untuk mengevaluasi strategi mereka dan beradaptasi dengan lingkungan ekonomi yang terus berubah. Kemampuan beradaptasi dan pencarian harmoni sangat penting untuk menavigasi masa-masa yang tidak pasti ini. Tanggung jawab individu dan kesadaran kolektif adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih sejahtera dan seimbang.