Hubungan antara India dan China telah menunjukkan perkembangan signifikan dalam beberapa bulan terakhir, dengan upaya bersama untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan kerja sama bilateral.
Pada Juli 2025, Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, melakukan kunjungan resmi ke Beijing, menandai perjalanan pertamanya ke China sejak bentrokan perbatasan pada 2020. Selama kunjungan tersebut, Jaishankar bertemu dengan Wakil Presiden China, Han Zheng, dan Menteri Luar Negeri, Wang Yi. Mereka membahas pentingnya penyelesaian ketegangan perbatasan dan penghindaran langkah-langkah perdagangan yang membatasi untuk memfasilitasi hubungan yang lebih stabil dan kooperatif.
Selain itu, pada Juli 2025, NITI Aayog, lembaga pemikir terkemuka India, merekomendasikan pelonggaran aturan investasi untuk perusahaan China. Rekomendasi ini mencakup memungkinkan perusahaan China memiliki hingga 24% saham di perusahaan India tanpa persetujuan pemerintah, dengan tujuan meremajakan investasi asing langsung yang stagnan. Proposal ini sedang dipertimbangkan oleh berbagai kementerian dan kantor Perdana Menteri Narendra Modi.
Namun, isu suksesi Dalai Lama tetap menjadi tantangan dalam hubungan kedua negara. China menekankan bahwa proses suksesi adalah urusan dalam negeri yang harus disetujui oleh pemimpin China, sementara India mendukung otonomi Dalai Lama dalam menentukan suksesi. Isu ini telah menjadi sumber ketegangan diplomatik antara kedua negara.
Selain itu, India telah menyuarakan keprihatinan atas rencana China untuk membangun bendungan hidroelektrik besar di Tibet, yang berpotensi mempengaruhi aliran Sungai Yarlung Tsangpo yang vital bagi India. Meskipun China menjamin dampak ekologis minimal, India khawatir akan dampak terhadap pertanian dan pasokan air di hilir.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat tantangan dan perbedaan, kedua negara berkomitmen untuk meningkatkan hubungan mereka melalui dialog konstruktif dan kerja sama di berbagai bidang, dengan harapan mencapai stabilitas dan kemakmuran bersama di kawasan tersebut.