Mahkamah Kasasi Prancis, lembaga yudikatif tertinggi di Prancis, pada 25 Juli 2025, membatalkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan terhadap mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Keputusan ini didasarkan pada prinsip hukum internasional yang memberikan kekebalan kepada kepala negara yang sedang menjabat dari penuntutan, bahkan untuk tuduhan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, pengadilan menegaskan bahwa surat perintah baru dapat dikeluarkan karena Assad tidak lagi menjabat sebagai kepala negara, setelah digulingkan pada Desember 2024. Keputusan ini membuka kemungkinan untuk tindakan hukum lebih lanjut terhadap Assad terkait dugaan kejahatan yang dilakukan selama masa pemerintahannya.
Keputusan ini menimbulkan reaksi beragam. Beberapa aktivis hak asasi manusia dan pengacara mengkritik keputusan tersebut, menganggapnya sebagai kesempatan yang hilang untuk menegakkan keadilan. Mereka berpendapat bahwa pengadilan seharusnya mengesampingkan kekebalan kepala negara untuk memungkinkan penuntutan atas kejahatan yang diduga dilakukan selama masa jabatan. Sementara itu, pengadilan juga menegaskan bahwa mantan pejabat pemerintah Suriah lainnya, seperti mantan Menteri Keuangan Adib Mayaleh, dapat dituntut meskipun mereka sebelumnya mengklaim memiliki kekebalan berdasarkan hukum internasional.
Perlu dicatat bahwa meskipun keputusan ini membatalkan surat perintah penangkapan yang ada, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk tindakan hukum lebih lanjut terhadap Assad dan mantan pejabat Suriah lainnya. Keputusan ini menyoroti kompleksitas hukum internasional terkait kekebalan kepala negara dan potensi penuntutan atas kejahatan yang dilakukan selama masa jabatan mereka.