Pada 26 Juli 2025, koalisi yang dipimpin oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Sudan mengumumkan pembentukan pemerintahan paralel. Langkah ini menambah kompleksitas konflik yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun antara RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF).
Dalam pengumuman tersebut, pemimpin RSF, Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, ditunjuk sebagai Ketua Dewan Kepresidenan. Abdelaziz al-Hilu, pemimpin Sudan People's Liberation Movement-North (SPLM-N), diangkat sebagai wakil ketua. Mohamed Hassan al-Taishi, seorang politisi sipil, ditunjuk sebagai perdana menteri. Penunjukan ini mencakup juga gubernur regional, termasuk untuk wilayah yang masih berada di bawah kendali SAF.
Langkah ini bertujuan untuk menantang legitimasi pemerintahan yang dipimpin oleh militer dan memperkuat posisi RSF dalam konflik yang sedang berlangsung. Namun, pengumuman ini mendapat kecaman dari pemerintah Sudan yang sah, yang menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat memperburuk pembagian negara dan memperpanjang konflik yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun.
Sejak dimulainya konflik pada April 2023, Sudan telah menghadapi krisis kemanusiaan yang parah, dengan tens of thousands of people killed and millions displaced. The international community continues to call for dialogue and peaceful resolution to the conflict to restore stability and unity in Sudan.