Perundingan untuk perjanjian global yang bertujuan mengendalikan polusi plastik telah menemui jalan buntu. Draf terbaru perjanjian tersebut gagal memuaskan koalisi negara-negara yang berpartisipasi, menandakan hambatan signifikan dalam upaya internasional ini. Pembicaraan krusial yang berlangsung di Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, yang dijadwalkan berakhir pada 14 Agustus 2025, terhenti karena perbedaan mendasar, terutama mengenai kelanjutan pembatasan produksi plastik.
Draf yang diajukan oleh ketua Komite Negosiasi Antarpemerintah, Luis Vayas Valdivieso, mendapat kritik luas karena dianggap kurang ambisius. Kekhawatiran utama mencakup ketiadaan ketentuan untuk membatasi produksi plastik dan mengatur bahan kimia berbahaya yang terintegrasi dalam banyak produk plastik. Perwakilan Panama menyuarakan sentimen kuat bahwa draf tersebut mewakili penyerahan diri, bukan ambisi. Uni Eropa juga menilai proposal tersebut tidak dapat diterima karena kurangnya langkah-langkah yang jelas, kuat, dan dapat ditindaklanjuti, sementara Kenya menyayangkan ketiadaan kewajiban global yang mengikat.
Terjadi perpecahan tajam antara negara-negara yang menganjurkan pendekatan komprehensif yang mencakup pembatasan produksi, dan negara-negara seperti produsen minyak seperti Arab Saudi, Rusia, dan Iran, yang lebih memilih perjanjian yang berfokus pada pengelolaan limbah dan daur ulang. Kuwait, berbicara mewakili kelompok ini, menekankan perlunya konsensus, menggarisbawahi bahwa perjanjian tanpa konsensus tidak akan berarti. Posisi ini menyoroti keterkaitan erat antara produksi plastik dengan industri bahan bakar fosil. Plastik adalah produk petrokimia, dan permintaannya diproyeksikan akan mendorong konsumsi minyak secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang. Sekitar 98% plastik sekali pakai saat ini berasal dari petrokimia, yang komponennya berasal dari minyak dan gas. Ekstraksi dan transportasi bahan bakar fosil tersebut, serta manufaktur dan pembuangan plastik, semuanya menghasilkan emisi karbon yang bertanggung jawab atas pemanasan global. Diperkirakan pada tahun 2040, plastik akan menyumbang hingga 95% dari pertumbuhan bersih permintaan minyak.
Kelompok advokasi lingkungan, termasuk World Wide Fund for Nature (WWF), telah menyuarakan keprihatinan mendesak, memperingatkan bahwa kegagalan mencapai kesepakatan yang berarti akan memperburuk krisis yang semakin meningkat. WWF telah menjadi pendukung vokal untuk perjanjian yang mencakup larangan global terhadap barang-barang plastik yang paling berbahaya dan menetapkan persyaratan desain untuk kegunaan kembali dan kemampuan daur ulang. Organisasi tersebut menekankan bahwa tindakan sukarela terbukti tidak mencukupi, dengan polusi plastik terus meningkat meskipun ada peningkatan tindakan nasional dan korporat.
Perdebatan ini menggarisbawahi kompleksitas antara kebutuhan lingkungan dan kepentingan ekonomi. Meskipun sekitar 100 negara mendukung pembatasan produksi, negara-negara penghasil minyak dan gas serta industri plastik secara aktif menentang langkah-langkah tersebut, lebih memilih fokus pada pengelolaan limbah. Perpecahan ini sangat penting mengingat produksi plastik global telah melampaui 400 juta ton per tahun, dengan proyeksi peningkatan 70% pada tahun 2040 tanpa intervensi kebijakan. Inklusi bahan kimia beracun, seperti ftalat dan penghambat api, dalam produk plastik juga tetap menjadi poin kontroversial. Banyak negara menyerukan regulasi terhadap bahan kimia ini karena dampaknya yang diketahui terhadap kesehatan. Paparan bahan kimia ini telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan endokrin, masalah reproduksi, cacat lahir, masalah perkembangan saraf, dan potensi karsinogenik. Studi menunjukkan bahwa bahan kimia ini dapat larut dari plastik ke dalam makanan dan minuman, yang kemudian tertelan oleh manusia. Bukti yang berkembang menunjukkan bahwa bahan kimia plastik dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius dalam jangka panjang. Saat negosiasi mendekati kesimpulan, komunitas global menantikan resolusi yang dapat secara efektif mengatasi seluruh siklus hidup plastik, dari produksi hingga pembuangan, menawarkan jalan menuju masa depan yang berkelanjutan.