Singapura, yang dikenal dengan visi penghijauan perkotaan ambisiusnya, terus mengembangkan konsep "kota dalam taman". Hingga Agustus 2025, sekitar 20% dari daratan negara ini telah diubah menjadi taman, kebun, dan hutan sekunder, sebuah pencapaian yang merupakan hasil dari upaya selama beberapa dekade. Gerakan "Satu Juta Pohon" yang menargetkan penanaman satu juta pohon baru pada tahun 2030, secara aktif berkontribusi pada keanekaragaman hayati dan peningkatan kualitas udara.
Namun, urbanisasi yang pesat menghadirkan tantangan seperti fragmentasi habitat dan peningkatan korban satwa liar di jalan. Untuk mengatasi hal ini, Singapura menerapkan jembatan satwa liar dan koridor hijau, serta memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan ruang terbuka perkotaan. Meskipun demikian, peningkatan panas perkotaan, yang disebabkan oleh suhu yang meningkat dua kali lebih cepat dari rata-rata global, tetap menjadi perhatian utama. Suhu rata-rata tahunan di Singapura telah meningkat rata-rata 0,25°C per dekade antara tahun 1948 dan 2016, dengan proyeksi peningkatan suhu rata-rata harian antara 1,4°C hingga 4,6°C pada akhir abad ini. Area perkotaan Singapura tercatat 0-2°C lebih panas di siang hari dan 2-4°C lebih panas di malam hari dibandingkan area hutan. Sebagai respons, Singapura memfokuskan upayanya pada tiga bidang utama: menciptakan koridor angin dan mengoptimalkan keteduhan, mengurangi penyerapan panas, dan meningkatkan efisiensi energi.
Inisiatif seperti program Skyrise Greenery, yang didorong sejak 2009 melalui skema LUSH (Landscaping for Urban Spaces and High-Rises), telah memperkenalkan lebih dari 300 hektar area hijau di pengembangan baru. Penghijauan vertikal pada fasad bangunan memainkan peran penting, memberikan keteduhan, mengurangi tagihan energi, dan meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. Studi menunjukkan bahwa penghijauan fasad bangunan dapat mengurangi beban pendinginan energi hingga 31%, dan pengaruh pendinginannya meluas hingga satu meter dari dinding hijau. Selain itu, Singapura mengembangkan "Digital Urban Climate Twin" (DUCT) sebagai bagian dari proyek Cooling Singapore 2.0. Ini adalah model digital kota yang memungkinkan pengujian respons terhadap ancaman perubahan iklim di masa depan, mengintegrasikan model iklim komputasi, regional, dan skala mikro. Upaya ini mencerminkan komitmen berkelanjutan Singapura untuk mengintegrasikan alam ke dalam lingkungan perkotaan, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat infrastruktur hijau guna memerangi perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Meskipun kemajuan signifikan telah dicapai, tantangan panas perkotaan yang terus meningkat menyoroti perlunya strategi adaptasi dan mitigasi yang berkelanjutan dan inovatif.