Media sosial dan kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara kita berkomunikasi secara signifikan. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menerapkan algoritma yang mempengaruhi visibilitas konten berdasarkan penggunaan bahasa tertentu. Hal ini mendorong pengguna untuk mengadopsi istilah atau frasa yang lebih netral atau disetujui oleh sistem moderasi, sehingga menciptakan bentuk komunikasi yang lebih homogen dan terkendali.
Fenomena ini dikenal sebagai "algospeak," yaitu penggunaan bahasa yang disesuaikan untuk menghindari deteksi oleh algoritma moderasi konten. Misalnya, kata-kata yang berpotensi sensitif atau kontroversial digantikan dengan istilah lain yang lebih aman, memungkinkan diskusi tetap berlangsung tanpa risiko penalti dari platform. Praktik ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat membentuk dan membatasi ekspresi linguistik dalam ruang digital.
Selain itu, AI berperan dalam standarisasi gaya bahasa melalui alat seperti ChatGPT dan Grammarly, yang menawarkan saran penulisan yang konsisten dan formal. Meskipun ini dapat meningkatkan kejelasan dan profesionalisme, ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat mengurangi variasi leksikal dan kreativitas dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan bahasa yang terlalu seragam dapat menghilangkan nuansa dan keunikan ekspresi individu.
Perubahan bahasa ini juga mencerminkan adaptasi manusia terhadap teknologi dan kebutuhan untuk berkomunikasi secara efektif dalam lingkungan digital yang terus berkembang. Kesadaran akan dinamika ini penting untuk memahami bagaimana teknologi mempengaruhi interaksi sosial dan budaya kita, serta untuk memastikan bahwa komunikasi tetap inklusif dan mencerminkan keragaman pengalaman manusia.